Dari Bank ke Investasi
Perubahan porsi dari penempatan bank ke instrumen investasi ini bukan tanpa alasan. Menurut Anggito, penjelasan soal ini sudah tersedia dalam e-book yang ada di situs BPKH. Salah satu penjelasan disampaikan dalam e-book berjudul "Apa dan Bagaimana Investasi Keuangan Haji BPKH Edisi 2" yang bisa diunduh secara gratis.
Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keungan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu (kiri) saat mengikuti rapat dengan Komisi VIII DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 24 Mei 2018. TEMPO/M Taufan Rengganis
BPKH memang mengurangi porsi alokasi penempatan dana haji di perbankan syariah secara perlahan. Lalu, BPKH memindahkannya ke instrumen investasi lain yang dianggap mampu memberikan imbal hasil yang lebih optimal.
Jika sebelumnya penempatan dana haji di perbankan syariah mencapai 50 persen dari total dana kelola, maka tahun 2021 direncanakan penempatan tersebut cukup 30 persen. Sementara sisanya atau 70 persen akan dialokasikan ke berbagai instrumen investasi syariah yang sesuai peraturan.
Anggito kemudian mengatakan dalam alokasi investasi ini, dana haji ditempatkan pada instrumen investasi dengan profil risiko low to moderate. 90 persen yaitu dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Sukuk Korporasi. Sebaliknya, tidak ada dana yang digunakan untuk proyek infrastruktur.
"Prinsipnya, kami tidak berinvestasi di instrumen yang beresiko, dan alhamdulillah sampai sekarang tidak ada yang gagal investasi," kata dia.
Dalam praktiknya, BPKH juga sudah bisa sembarangan investasi. Sebab, porsi investasi untuk setiap instrumen juga ditetapkan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2018.
Sesuai beleid tersebut, investasi dalam bentuk emas maksimal hanya 5 persen. Lalu, investasi langsung maksimal 20 persen. Investasi lainnya maksimal 10 persen. Lalu sisanya bisa diinvestasikan di Surat Berharga Syariah.