Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Dadi Darmadi, menilai sedikitnya ada tiga dampak dari keputusan pemerintah membatalkan pengiriman haji 2021. Pertama, semakin menumpuknya daftar tunggu jemaah haji Indonesia yang kini sudah lebih dari 4 juta orang.
Dengan kuota haji Indonesia sebesar 220 ribu dan dua kali batal diberangkatkan karena alasan pandemi, jumlah yang seharusnya berangkat minimal 440 ribu jemaah. “Luar biasa, dalam dua tahun saja, sudah hampir mendekati angka setengah juta orang jamaah haji yang sudah terdaftar dan membayar DP di Indonesia tidak bisa berangkat haji,” kata Dadi.
Kedua, Dadi mengatakan ada dampak politik dari kebijakan tersebut. Hal itu terlihat dari beragamnya respons publik dan pejabat yang sayangnya dibumbui dengan informasi dan argumentasi tidak berdasarkan fakta. Meski begitu, ia melihat jelas keputusan pemerintah terkesan tergesa-gesa karena tidak menunggu keputusan resmi pemerintah Arab Saudi.
Dampak berikutnya adalah sosial dan psikologis di mata publik. Menurut Dadi, bagaimana pun ibadah haji tidak hanya penting secara agama, tapi juga secara sosial dan kultural. Keputusan membatalkan haji dua tahun berturut-turut akan dirasakan berat bagi umat Islam, khususnya yang sudah mendaftar.
Ihwal peluang ke depan, dosen di UIN Syarif Hidayatullah ini berpendapat Indonesia akan tetap mendapat kuota haji di musim haji akan datang, jika Arab Saudi memutuskan mengadakan ibadah haji.
Ia mengatakan, kuota haji Indonesia secara normatif yang pernah didapat di kisaran 220 ribu jamaah. “Bukan tidak mungkin, Indonesia akan mendapatkan jumlah kuota tambahan, biasanya di kisaran 10 ribu, seperti yang sudah-sudah,” katanya sambil memberi dua catatan, yaitu Indonesia harus meningkatkan lobi dan diplomasi dengan otoritas Saudi, serta penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.
“Kalau masih buruk kondisinya, jangan berharap akan ada izin, apalagi peningkatan kuota haji bagi Indonesia,” ucap Dadi.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Khoirizi, mengatakan pembatasan jemaah agar daftar tunggu haji tidak menumpuk sebetulnya sudah dilakukan sebelum adanya pandemi Covid-19.
Khoirizi menyebutkan, sesuai UU Nomor 8 Tahun 2019, syarat jemaah yang bisa berangkat haji antara lain berusia minimal 18 tahun atau sudah menikah, memenuhi persyaratan kesehatan, belum pernah menunaikan ibadah haji atau sudah pernah ibadah haji paling singkat 10 tahun sejak menunaikan ibadah haji terakhir.
Sedangkan tentang penambahan kuota haji, Khorizi menilai peluang pemerintah untuk melobi masih terbuka. Namun, ia mengatakan ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan. Salah satunya soal kondisi di wilayah Arafah, Musdalifah, dan Mina yang belum ada pengembangan. “Jadi tidak serta merta memaksakan untuk kuota itu segera ditambah,” kata Khoirizi.
Selain itu, Khoirizi mengatakan bahwa keputusan menambah kuota haji bukan otoritas mutlak Arab Saudi, karena harus didiskusikan bersama negara-negara muslim lainnya. “Kalau main ubah kuota akan diprotes negara-negara lain. Karena yang antre bukan hanya Indonesia, ada Malaysia, Singapura Turki, India. Semua antre,” ujarnya.
Baca juga: Haji 2021 Batal, Begini Prosedur Penarikan Setoran Dana Haji
FRISKI RIANA | MAHFUZULLOH AL MURTADHO