Pertumbuhan masif bisnis e-commerce tak hanya mengancam retail kebutuhan pokok, tapi juga department store. Gerai-gerai yang menjual pakaian, tas, dan kebutuhan fashion lainnya lebih dulu mengibarkan bendera putih akibat tak mampu bersaing dengan lapak bisnis digital.
Budihardjo mencontohkan Ramayana dan Matahari yang telah menutup sejumlah toko fisiknya pada tahun lalu. Penjualan department store anjlok bukan hanya lantaran digembosi promo-promo e-commerce, melainkan karena banjirnya produk-produk impor yang dijual dengan harga sangat murah.
Adapun Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir berpandangan serupa. Ia mengatakan perusahaan-perusahaan retail memang menghadapi tantangan seiring dengan tumbuhnya e-commerce.
Berdasarkan data Sirclo, terdapat sebanyak 12 juta pengguna e-commerce baru selama pandemi Covid-19. “Mereka menghadapi persaingan tajam dengan e-commerce,” kata Iskandar, akhir Mei lalu.
Melemahnya bisnis retail fisik ini telah menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran. Pasca-kabar penutupan Giant misalnya, sebanyak 3.000 karyawan diperkirakan kehilangan pekerjaannya atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Serikat Pekerja Hero Supermarket (SPHS) mengkonfirmasi bahwa mereka telah menampung keinginan dari para karyawan Giant untuk menyelesaikan kontrak pekerjaan dengan perusahaan. Sebanyak 60 sampai 70 persen karyawan Giant, menurut serikat tersebut, menyatakan ingin berhenti kerja dan mendapatkan pesangon.