Cost overrun muncul, menurut dia, karena ada beberapa perhitungan dalam studi kelayakan yang tidak akurat.
Studi kelayakan dari proyek strategis nasional itu disebut belum mencantumkan penjadwalan akuisisi lahan, sehingga penyelesaiannya sulit diprediksi. Padahal, pembebasan lahan kerap di Indonesia kerap terhambat isu sosial yang bisa berimbas kepada durasi pengerjaan proyek.
"Tidak bisa hanya memberi duit, lalu lahan langsung dilepas," kata dia. Seiring dengan waktu proyek yang molor akibat sempat terhambatnya pembebasan lahan, harga-harga barang terus naik.
Meski tidak merinci besarannya, sumber tadi menuturkan beban proyek membesar karena penentuan trase yang kurang matang, sehingga bersinggungan dengan berbagai fasilitas umum dan sosial yang harus direlokasi. "Ini faktor langsung. Belum termasuk faktor tidak langsung seperti penangguhan selama masa pandemi, meski pengaruhnya kecil sekali."
Sumber tersebut mengatakan restrukturisasi manajemen perusahaan hanya strategi awal dalam membenahi persoalan tersebut. Ke depannya, perseroan juga direncanakan melakukan restrukturisasi finansial atau pembiayaan, yang diikuti restrukturisasi kepemilikan di tubuh KCIC.
Pasalnya, meskipun 75 persen pendanaan proyek dibiayai dengan pinjaman China Development Bank, biaya tambahan yang muncul selama pengerjaan harus ditanggung KCIC. "Pembengkakan biaya kereta cepat tak bisa ditalangi pinjaman. Harus murni dari ekuitas KCIC, makanya berat," ujar dia.