"Meskipun begitu, tidak semua beras petani dapat dibeli, karena berbagai pertimbangan, di antaranya memperhatikan kualitas produksi sesuai standar medium, atau kerusakan di bawah 20 persen," ucap Irfan.
Hingga kini Bulog Sulteng, kata Irfan, sudah membeli sebanyak 100 ton lebih beras petani di Kecamatan Poso Pesisir dan telah berada di gudang logistik. Bulog juga membatasi pembelian beras yang kualitasnya tak memenuhi standar medium, karena tidak akan bertahan lama saat disimpan di gudang logistik.
"Justru kemudian beras dengan kualitas rendah tidak dapat disalurkan ke masyarakat karena sudah rusak," ujarnya. Apalagi gudang logistik Bulog setempat hanya mampu menampung beras sebanyak 1.700 ton.
Pemerintah diminta meninjau ulang rencana impor beras setelah panen raya berakhir. Volume dan waktu impor sebaiknya ditentukan pada Juli atau Agustus ketika potensi produksi sepanjang 2021 dapat diketahui.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa, menilai impor yang berlebihan bisa merusak harga beras di pasaran karena Bulog tidak bisa menyimpan beras dalam jumlah besar terlalu lama. Di sisi lain, potensi produksi beras yang naik seharusnya diiringi dengan peningkatan serapan beras lokal oleh perusahaan pelat merah tersebut, bukan penugasan impor.
“Wacana impor beras menjelang panen raya ini sangat menyakitkan bagi petani. Hal tersebut bisa makin menjatuhkan harga di tingkat usaha tani. Kami minta dibatalkan, kalau tetap impor harap ditinjau lagi volume dan waktunya,” kata Dwi ketika dihubungi.
FAJAR PEBRIANTO | CAESAR AKBAR | BISNIS | ANTARA
Baca: Ridwan Kamil Tolak Rencana Impor Beras 1 Juta Ton: Kebayang Harga Kebanting