Zubairi mengatakan, sejauh ini belum ada jurnal yang memuat tentang hasil temuan uji klinis tahap satu vaksin tersebut. Padahal, Zubairi mengatakan bahwa saat ini adalah masanya evidence base vaccine.
Guru Besar Universitas Indonesia itu juga menegaskan setiap penelitian terkait vaksin Covid-19 ini selalu ia dukung. Namun ia mengingatkan dari penelitian sampai ke kesimpulan tidak bisa langsung ke konklusi dengan perolehan data yang minim.
"Kita di kedokteran tak bisa untuk membuat kesimpulan berdasarkan logika saja. Kita harus berdasarkan bukti ilmiah. Saya memerlukan bukti ilmiah itu untuk bisa mendukung bahwa ini kemungkinan bisa seumur hidup," kata dia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito mengatakan bahwa pihaknya masih mengevaluasi hasil uji klinis fase I Vaksin Nusantara gagasan Terawan. Tahapan uji vaksin ini masih panjang, sehingga terlalu dini untuk mengklaim khasiat dan keamanannya.
"Kan masih harus melewati Fase I, II dan III. Jadi, terlalu dini untuk pihak manapun mengklaim khasiat dan keamanan saat ini," ujar Penny saat dihubungi Tempo pada Jumat, 19 Februari 2021
Sementara epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, meminta pemerintah menghentikan Vaksin Nusantara karena metode yang digunakan tidak teruji dan tidak ada izin dari Komite Etik.
Pandu mengatakan Vaksin Nusantara yang mengandung vaksin dendritik sebelumnya banyak digunakan untuk terapi pada pasien kanker yang merupakan terapi yang bersifat individual. Pada imunoterapi kanker bukan karena setiap orang diberi jumlah sel dendritik tetapi karena sel dendritiknya bisa mendapat perlakuan yang berbeda, dalam hal ini yang disesuaikan adalah perlakuan terhadap sel dendritik tersebut.
"Jadi pada imunoterapi kanker sel dendritik tetap diberi antigen, tetapi antigennya bisa dari tumornya dia sendiri. Karena itu sifatnya personal," katanya.
Pandu memberikan dua catatan. Pertama, terdapat perbedaan sel dendritik pada terapi kanker dengan vaksin dendritik, di mana untuk terapi kanker sel dendritik tidak ditambahkan apa-apa, hanya diisolasi dari darah pasien untuk kemudian disuntikkan kembali kepada pasien tersebut. Sementara pada vaksin, sel dendritik ditambahkan antigen virus.
Kedua, sel dendritik perlu pelayanan medis khusus karena membutuhkan peralatan canggih, ruang steril, dan inkubator CO2, dan adanya potensi risiko. Dengan demikian, sangat besar risiko, antara lain sterilitas, pirogen, atau ikutnya mikroba yang menyebabkan infeksi dan tidak terstandar potensi vaksin karena pembuatan individual.
"Jadi, sebenarnya sel dendritik untuk terapi bersifat individual, dikembangkan untuk terapi kanker sehingga tidak layak untuk vaksinasi massal," katanya.
Pandu juga menyoroti penggunaan anggaran pemerintah dalam penelitian itu. Sebab, kuasa tersebut diberikan ketika Terawan masih menjabat Menkes.
Kementerian Kesehatan membenarkan turut membiayai uji klinis Vaksin Nusantara. "Jawabannya iya, kami membiayai fase I," ujar Kepala Badan Litbangkes Kemenkes, Slamet, dalam acara diskusi daring, Jumat, 19 Februari 2021.
Namun, Slamet tak merinci besaran dana yang dikucurkan Kemenkes untuk penelitian Vaksin Nusantara. Slamet hanya menegaskan bahwa bantuan dana itu diberikan sebagai bentuk dukungan terhadap upaya menekan penyebaran virus corona.
Kemenkes juga mengevaluasi dan ikut memantau hasil uji klinis Vaksin Nusantara, namun belum bisa memastikan apakah Vaksin Nusantara akan digunakan di Indonesia karena perlu rekomendasi dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI).
Meski mengundang kritik, sejumlah tokoh mulai dari kepala daerah hingga anggota DPR yang menyambut baik kemunculan Vaksin Nusantara. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, misalnya, berharap proses pembuatan vaksin tersebut segera rampung dan siap digunakan. "Kalau nanti itu sudah diuji, seperti GeNose dulu, kami siap menggunakannya," kata Ganjar di kantornya pada Kamis, 18 Februari 2021.
Dia juga mengaku siap menyediakan fasilitas milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk menunjang riset vaksin Covid-19 tersebut. "Tujuh rumah sakit daerah milik Pemprov akan saya berikan semuanya untuk itu," ujar dia.
Sejumlah anggota Komisi Kesehatan DPR RI dan pimpinan DPR juga menyatakan dukungan. "Ini sebuah terobosan dan inovasi yang ditawarkan anak bangsa, di tengah persoalan vaksinasi dan masih tingginya angka penularan virus Covid-19 di banyak negara," kata Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, kemarin.
Dasco kemudian meminta kepada semua pihak, untuk mendukung penuh pembuatan Vaksin Nusantara ini, hingga betul-betul lolos uji klinis. "Kemudian secara efektif dapat menekan penyebaran virus, aman untuk masyarakat dan juga teruji kehalalannya," tuturnya.
FRISKI RIANA | JAMAL A. NASHR