Seandainya NAC menyetujui terminasi atau penghentian kontrak dini, manajemen dapat menghemat biaya operasi hingga US$ 220 juta atau sekitar Rp 3,08 triliun. Penghematan dihitung sampai akhir masa kontrak.
Selain menyudahi kontrak dengan NAC, Garuda Indonesia tengah melakukan negosiasi bersama perusahaan leasing Export Development Canada atau EDC. Garuda saat ini memiliki enam pesawat dari hasil kontrak sewa dengan EDC. Kontrak itu diteken dengan skema financial lease dengan masa sewa hingga 2024.
Saat ini Garuda Indonesia sedang menunggu jawaban dari EDC atas penawaran perusahaan untuk melakukan cash settlement atau pembayaran tunai sebesar US$ 5 juta dari total kewajiban sebesar US$ 46 juta. Jika disetujui, Garuda akan mengoperasikan enam pesawat CRJ 1000 seoptimal untuk mendukung operasional perusahaan.
Pengamat penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia, Gerry Soejatman, mengatakan maskapai Garuda Indonesia bisa saja membatalkan sewa pesawat Bombardier CRJ 1000 kepada lessor dengan denda ringan. Kondisi ini memungkinkan bila maskapai mengantongi bukti-bukti pengadaan pesawat yang merugikan perusahaan.
“Selama masih investigasi, kalau memang ada bukti-bukti yang merugikan Garuda, Garuda bisa minta renegosiasi atau membatalkan lease dengan denda ringan,” katanya.
Gerry berpendapat Garuda saat ini dapat mengganti rute-rute pesawat yang diterbangi Bombardier dengan armada yang dimiliki perusahaan. Ia menyarankan maskapai pelat merah ini untuk tidak melakukan pengadaan pesawat lagi selama pandemi masih berlangsung.
Setelah kondisi perekonomian pulih dan keuangan perusahaan kembali membaik, Garuda dapat memesan jenis pesawat lain yang lebih irit untuk menggantikan Bombardier. Misalnya pesawat Airbus A220 berkapasitas lebih dari seratus penumpang.
Baca: Garuda Setop Sepihak Pakai Bombardier, Erick Thohir: Kita Enggak Mau Dilecehkan