Perkara dugaan suap Bombardier terkuak setelah KPK menjatuhkan sanksi pidana terhadap mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, Mei 2020 lalu. Emirsyah terbukti terlibat kasus suap pengadaan pesawat dan manufaktur yang melibatkan perusahaan Airbus dan Rolls Royce.
Erick Thohir mengatakan Kementeriannya akan mengevaluasi secara keseluruhan penggunaan pesawat Garuda Indonesia usai pemutusan kontrak sewa dengan Bombardier. Menurut dia, jenis pesawat yang terlalu beragam dengan merek serta mesin yang bermacam-macam justru akan meningkatkan ongkos perawatan.
Selain mengevaluasi pesawat, Erick akan meninjau ulang kontrak-kontrak kerja sama dengan lessor yang ditengarai merugikan. “Ini sedang dipelajari perubahan-perubahan apa yang terjadi dalam dinamika industri pesawat di dunia saat ini. Kami harus sampaikan ke pemegang saham, jangan sampai dengar dari tempat lain. Ini keputusan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan pemegang saham publik,” katanya.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan negosiasi dengan NAC tidak menemui titik temu karena lessor menetapkan nilai pemutusan kontrak dini yang terlalu besar. NAC, kata Irfan, mensyaratkan biaya denda atas pengembalian pesawat dengan nilai yang lebih tinggi dari perhitungan sisa kontrak.
“Kami minta negosiasi dengan harga yang lebih rendah dari itu, karena harga ini yang enggak ketemu. Tapi permintaan mereka (NAC) enggak masuk akal, bukannya turun malah naik,” kata Irfan.
Garuda Indonesia telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada pihak NAC pada Januari terkait dengan keputusan final untuk menyetop operasi seluruh pesawat yang disewa dari perusahaan lessor tersebut. Selama ini, kontrak dengan NAC dilakukan dengan skema operating lease.