Adaro melakukan kegiatan penambangan di daerah Wara, Tutupan, dan Paringin. Daerah-daerah ini berada di Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Dikutip dari laporan keuangan terakhir yang dirilis 28 April 2020, perusahaan menyatakan rehabilitasi DAS sebenarnya telah berjalan sejak 2016.
Sebagai pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), tulis pihak perusahaan, Adaro Indonesia wajib merehabilitasi DAS di luar wilayah PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara).
Selama tahun 2019, Adaro Indonesia menyatakan bahwa mereka telah merehabilitasi
DAS IPPKH Tahap 3 seluas 1.516,61 hektar. Menurut perusahaan, rehabilitasi DAS ini telah berdampak langsung untuk mengurangi bencana hidrologis, yang salah satunya banjir.
Tempo mencoba mengkonfirmasi data yang dimiliki oleh Jatam ini kepada Head of Corporate Communication Division Adaro, Febriati Nadira. Ia telah menyampaikan akan memberikan tanggapan resmi perusahaan. Tapi, hingga berita ini ditayangkan, Tempo belum menerima balasan lagi.
Ketimbang mempersoalkan ujung pangkal masalah banjir bandang ini, Syarifuddin menilai perlu ada solusi yang berkelanjutan. Untuk masalah tutupan lahan, misalnya, ia menilai tutupan lahan yang tidak optimal memang akibatnya banyaknya industri ekstraktif di provinsi ini.
Ketika tutupan lahan tidak optimal kata dia, kapasitas filtrasi air hujan tidak maksimal. Walhasil, aliran air di permukaan tanah menjadi lebih tinggi karena tidak ada akar vegetasi yang menahannya. Oleh karena itu, perlu solusi vegetatif untuk pemulihan DAS tersebut.
Syarifuddin menjelaskan, Kalimantan Selatan sebetulnya sudah punya sederet peraturan daerah terkait lahan kritis hingga pengolahan DAS. Masalahnya, sederet regulasi itu belum berjalan optimal. "Perlu diaktifkan lagi," kata dia.
Tapi itu saja tidak cukup. Menurut dia, perlu ada solusi sipil teknis untuk pembangunan bendungan. Terutama di DAS Barito yang sekarang memang menjadi lokasi banjir. "Jadi harus ada solusi vegetatif dan teknis."
Sementara itu, Karliansyah meski tetap berpendapat Banjir Kalsel ini disebabkan curah hujan yang tinggi, KLHK berjanji tetap akan menyelesaikan persoalan DAS dan tambang ini. Salah satunya lewat Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) untuk percepatan pemulihan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. "Sedang proses difinalisasi," katanya.
FAJAR PEBRIANTO | FRISKI RIANA | DEWI NURITA
Baca: Tinjau Lokasi, Jokowi: Banjir Besar Lebih dari 50 Tahun Tak Terjadi di Kalsel