Tutum mengatakan pelaku usaha di dua sektor itu bakal mengambil langkah lanjutan untuk melakukan efisiensi agar industri bisa bertahan. Strategi itu meliputi renegosiasi dengan pengelola pusat belanja untuk menghitung kembali tarif sewa, mengurangi belanja yang tak esensial, hingga mengurangi karyawan.
Bahkan bagi restoran, dia menduga efek yang ditimbulkan oleh pembatasan kegiatan masyarakat jauh lebih buruk dari PSBB transisi. Sebab saat PSBB transisi, kapasitas pengunjung restoran dibatasi sebesar 50 persen. Sedangkan saat ini kapasitasnya diketatkan menjadi maksimal 25 persen. Jam operasional pun ditetapkan sampai pukul 19.00 WIB.
Tutum menyebut, pelaku usaha makanan dan minuman tidak bisa sepenuhnya mengandalkan pengalihan pola bisnis, seperti penyediaan produk kemasan atau takeaway. Musababnya, minat masyarakat membeli produk kemasan berbentuk makanan beku tak sebesar makan di tempat.
“Contohnya untuk kopi Starbucks, apa kita akan beli itu untuk dibungkus? Masyarakat kan membeli untuk suasananya,” ucapnya.
Public Relations CGV Hariman Chalid menjelaskan perusahaan bakal mengambil sejumlah langkah untuk menekan efek pembatasan kegiatan masyarakat. Pertama, CGV bakal mengurangi biaya-biaya sewa tempat usaha melalui negosiasi dengan pemilik-pemilik lahan. Perusaaan pun melakukan kolaborasi dengan para pelaku industri film untuk mempersiapkan film-film lokal terbaru yang akan ditayangkan di bioskop CGV setelah pemulihan pandemi Covid-19.
“Kami juga menstabilkan bisnis perseroan,dengan menurunkan sebisa mungkin beban biaya usaha, beban pajak dengan segala variasinya, beban biaya pemeliharaan, dan lain-lain,” katanya.
Chalid menyebut, perusahaan sampai saat ini masih melakukan sejumlah kegiatan untuk menyokong bisnis. Misalnya, menggelar kegiatan digital marketing di seluruh platform media sosial CGV. Perusahaan pun melakukan inovasi dengan memaksimalkan konten kreatif hingga menyediakan jasa pembuatan video atau iklan untuk pihak ketiga.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA