Pembubaran FPI tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) 6 pejabat tertinggi di Kementerian dan lembaga pemerintah. Keenam pejabat yang menandatangani SKB itu adalah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G. Plate, Kapolri Jendral Idham Aziz, Kepala Badan Nasional Penganggulangan Terorisme Boy Rafly Amar dan Jaksa Agung ST Burhanudin.
Pemerintah menyebutkan sederet alasan membubarkan ormas itu. Anggaran Dasar FPI dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur soal organisasi masyarakat. Selain itu, Surat keterangan terdaftar (SKT) FPI di Kemendagri, disebut masa berlakunya telah habis per 20 Juni 2019.
Pengurus dan anggota FPI atau yang pernah bergabung di dalamnya disebut kerap terlibat kasus pidana hingga terorisme juga menjadi alasan pembubaran. Sebanyak 35 orang dinyatakan terlibat tindak pidana terorisme, dan 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana. FPI juga dinyatakan sering melakukan razia yang harusnya merupakan wewenang aparat hukum.
FPI, kata Azis, tak masalah dibubarkan pemerintah. Ia mengatakan tinggal membuat lagi organisasi ataupun perkumpulan lain yang memiliki semangat seperti FPI. "Berjuang tidak harus dengan FPI, tapi amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban setiap umat Islam yang beriman."
Dia mempertanyakan penyataan Menkopolhukam Mahfud MD tentang status hukum FPI. Menurut Mahfud, FPI sejak 20 Juni 2019 sudah bubar secara organisasi. “Putusan MK Nomor 82/2013: suatu ormas bisa daftar atau tidak/sukarela. Berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat maka suatu ormas tidak dapat dilarang berkegiatan (pasal 28e ayat (3) UUD 45. Nah sekarang dasar dibubarkan 2019 Juni itu apa?"