Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir sebelumnya menargetkan vaksinasi mandiri dapat diberikan kepada 75 juta penduduk pada 2021. Ia meminta masyarakat yang mampu untuk berkontribusi membantu pemerintah dengan cara membayar vaksin Covid-19 secara mandiri. Kontribusi tersebut, kata dia, sangat besar mengingat besarnya jumlah penduduk Indonesia.
"Ini kontribusi yang tidak kalah pentingnya karena jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Tentu kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan lebih seyogyanya membantu pemerintah dengan membayar vaksin sendiri," ujar Erick dalam webinar, 24 November 2020.
Namun, keputusan itu menuai kritik dan penolakan dari masyarakat. Petisi digital pun mulai digalang di dunia maya. Salah satu petisi tersebut diinisiasi Sulfikar Amir, Associate Professor dan Pakar Sosiologi Bencana dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura.
Dalam petisi tersebut, Sulfikar menuturkan sebagian besar masyarakat Indonesia berharap bisa menuntaskan pandemi Covid-19 dengan melakukan vaksinasi. Namun, menurutnya, pemerintah melakukan upaya komersil terhadap vaksin tersebut.
Padahal, kata dia, minimal 70 persen warga Indonesia harus diberi vaksin agar pandemi bisa berhasil. Dan itu harus dilakukan secara serentak agar efektif menghentikan penularan Covid-19.
"Vaksinasi gratis seluruh warga Indonesia cuma butuh biaya 1/10 dari total anggaran Covid-19 yang udah dikeluarkan pemerintah. Dengan vaksin gratis, pandemi ini dapat selesai dalam waktu kurang dari setahun," tulisnya dalam petisi. Petisi yang dimulai sekitar sepekan lalu itu mendapat dukungan dari 11.403 warganet.
Kebijakan vaksinasi berbayar juga dikritik epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono. Ia mengatakan vaksinasi seharusnya diutamakan untuk pemulihan kesehatan dan bukan untuk tujuan bisnis. "Niat pemerintah semakin tak jelas, jadi seperti lebih penting berjualan."