Padahal bila dibandingkan dengan Pilkada serentak sebelum pandemi yang diramaikan dengan kampanye terbuka bisa langsung mendorong terjadinya transaksi bisnis. Mulai dari belanja atribut kampanye, pembuatan baliho, spanduk, umbul-umbul, banner, kaos, topi, hingga melibatkan penyelenggara acara yang mengatur pembuatan panggung hiburan, sewa tenda, kursi, sound system, artis dan banyaknya UMKM yang berjualan makanan dan minuman ketika ada pengumpulan massa.
Dalam hitungannya, kata Sarman, Pilkada serentak dalam kondisi normal dengan jumlah 735 paslon, perputaran uang minimal bisa mencapai Rp 735 miliar. Angka itu didapat dengan asumsi tiap paslon memiliki biaya kampanye paling sedikit Rp 1 miliar. "Ini jumlah minimal, wajarnya bisa mencapai Rp 5 triliun melihat karakteristik daerah masing masing," ucapnya.
Jumlah tersebut sangat signifikan menggerakkan ekonomi daerah dan menyumbang pertumbuhan nasional. "Namun Pilkada serentak tahun ini tidak dapat memberikan dampak ekonomi tersebut karena keterbatasan ruang kampanye yang berpedoman terhadap protokol kesehatan," ujarnya.
Sarman juga menilai dana kampanye yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp 20 triliun perputarannya sangat terbatas karena dipakai untuk pengadaan surat dan kotak suara, peralatan kesehatan dan berbagai persiapan Pilkada lainnya.
"Namun hanya sedikit yang sampai ke tangan warga berupa honor para petugas KPPS, sehingga tidak signifikan dampaknya terhadap kenaikan konsumsi rumah tangga, kata Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta itu.
Namun angka berbeda disampaikan oleh Deputi Koordinasi Bidang Makroekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir. Ia menyebutkan sirkulasi dana untuk Pilkada 2020 mencapai Rp 26 triliun.
Dampak pengeluaran anggaran Pilkada serentak pun akan sedikit banyak dirasakan masyarakat. Perputaran tersebut diklaim lebih besar bila ditambahkan dengan pengeluaran para paslon. “Dampak total keseluruhan bisa Rp 40-50 triliun untuk ekonomi,” ucap Iskandar.
Baca: Sri Mulyani Ungkap Alasan Pakai APBN untuk Anggaran Pilkada