Rancangan Perpres Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme ini menuai kritik sejak awal. Beleid ini dinilai akan memberikan kewenangan terlalu luas bagi TNI tanpa adanya batasan jelas. "Ini lingkup operasi yang mahaluas," kata Haripin, dikutip dari Koran Tempo edisi Senin, 30 November 2020.
Pengajar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti mengatakan muatan materi rancangan perpres justru melenceng dari amanat Pasal 32I ayat (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pasal ini membatasi peran TNI hanya dalam koridor tugas pembantuan operasi militer selain perang. Sedangkan dalam rancangan perpres, kewenangan TNI mencakup penangkalan dan pemulihan aksi terorisme.
"Dalam rancangan perpres ini penggunaan militer seperti dilembagakan dan diperinci dalam pemberian tiga aspek tugas TNI," kata Bivitri, dikutip dari Koran Tempo edisi Senin, 30 November 2020.
Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie mengatakan pemerintah sebaiknya menunda penetapan rancangan perpres ini untuk mengakomodasi masukan publik. Ia mengingatkan jangan sampai rancangan perpres ini memicu tumpang tindih di antara kementerian/lembaga terkait.
"Poin penting lainnya adalah kerangka criminal justice system yang belum diakomodir dalam rancangan perpres ini," kata Ikhsan kepada Tempo, Senin, 30 November 2020.
Anggota Divisi Pemantau Impunitas KontraS Dimas Bagus Arya Saputra (tengah), tiga aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Ibu Sumarsih (kedua kiri), Bejo Untung (kedua kanan) dan Paian Siahaan (kanan) serta Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur (kiri) memberikan keterangan pers di Kantor KontraS, Jakarta, Kamis 24 Oktober 2019. ANTARA FOTO/Reno Esnir
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Rivanlee Anandar juga mendesak pemerintah menunda penetapan rancangan perpres. Rivanlee mengatakan pemerintah sebaiknya melakukan audit dan evaluasi terlebih dulu terhadap penanganan terorisme yang sudah melibatkan TNI, misalnya oleh Satuan Tugas Tinombala.
Ia mengatakan audit dan evaluasi penting untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, tantangan, dan ancaman (SWOT) dari pelibatan TNI untuk pemberantasan terorisme.
"Namun jika main lanjut saja pembahasan perpres ini, ruang penanganan tindak pidana terorisme oleh TNI lewat fungsi penangkalan, penindakan, dan pemulihan sama saja memberi cek kosong bagi militer dan berbahaya," kata Rivanlee.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | KORAN TEMPO