Finari menjelaskan, komoditas tersebut sejatinya nyaris diangkut ke Vietnam. Benih lobster yang dikemas dalam tiga ratusan koli telah berada di samping badan pesawat untuk dilakukan loading atau pemuatan.
Curiga terdapat selisih dokumen, petugas Bea Cukai menarik kembali koli-koli tersebut. Tim, kata Finari, berhasil menarik 315 koli yang terdaftar di 19 pemberitahuan ekspor barang (PEB) dari total 20 PEB.
Banyaknya masalah dalam aturan BBL memantik sejumlah pihak meminta KKP membatalkan Keputusan Menteri Nomor 12 Tahun 2020. “Selama permen (peraturan menteri) tersebut tidak dicabut, potensi korupsi masih terbuka,” tutur Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi.
Zenzi mengatakan banyaknya badan usaha yang mendapat izin ekspor benih lobster akan mendorong perusahaan tersebut berebut memperoleh kuota. Di samping itu, pasar lobster di dalam negeri menghadapi ancaman serius setelah pemerintah membuka pintu ekspor.
Dia menduga kondisi ini akan mendorong perdagangan komoditas lobster di Tanah Air berada di bawah kendali Vietnam. “Kita akan di bawah kendali Vietnam karena Vietnam banjir (benur) dari Indonesia. Sekarang orang berebut menangkap lobster untuk dikirim, jadi pasar itu bisa dikendalikan oleh Vietnam,” ujar Zenzi, Juli lalu.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi berpandangan senada. Dia meminta KKP menghentikan ekspor BBL. Dedi menjelaskan pihaknya sedari awal sudah memberikan rambu-rambu terhadap pembukaan keran ekspor BBL karena akan merugikan negara.
"Sejak awal saya sudah sampaikan tidak setuju dengan ekspor benih lobster. Apalagi ke Vietnam," kata Dedi. Menurut Dedi, Vietnam adalah negara kompetitor Indonesia dalam sektor komoditas lobster. Bila ekspor benih dibuka, Indonesia memberikan peluang lawannya untuk lebih maju dan berkembang.
Baca: DPR Minta KKP Hentikan Ekspor Benih Lobster Usai Edhy Prabowo Ditangkap
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | ROSSENO AJI | YOHANES PASKALIS | MAJALAH TEMPO