Eksportir, menurut sumber, semestinya leluasa memilih layanan kargo ekspor atau freight forwarder yang harganya lebih murah. Namun, faktanya, KKP menyerahkan penentuan layanan kargo ke Perkumpulan Pengusaha Lobster Indonesia atau Pelobi.
Asosiasi baru ini beranggotakan 40 eksportir yang tergabung dalam perkumpulan Pengusaha Lobster Indonesia (Pelobi). Pelobi disebut mengatur tata-niaga ekspor, yang kemudian memilih PT Aero Citra Kargo atau ACK sebagai penyedia layanan tunggal.
Berdasarkan sumber Tempo, tarif pengiriman dipatok Rp 1.800 per ekor. Sumber menyebut Edhy sudah mendengar masukan soal layanan kargo yang bisa menyediakan tarif lebih mudah. Namun rekomendasi itu lagi-lagi tidak dipedulikan.
Perihal informasi itu, Ketua Asosiasi Budi Daya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wajan Sudja mengaku memperoleh kabar yang sama dari eksportir yang hadir dalam pembahasan benur. “Alasannya dicari-cari, pokoknya ACK ditunjuk,” katanya.
Berdasarkan dokumen yang diterima Tempo, anggota Pelobi berasal dari Persatuan Dunia Lobster Indonesia (Perduli) yang berisi 32 pemegang izin ekspor. Grup itu terpecah saat izin 14 anggotanya dibekukan oleh KKP karena kedapatan memanipulasi jumlah benih yang diekspor ke Vietnam.
Pembekuan eksportir merupakan buntut dari masalah yang terjadi pada pertengahan September 2020. Kantor Bea dan Cukai Soekarno-Hatta saat itu menggagalkan 1,5 juta ekor benih bening lobster yang akan diekspor ke Vietnam. Ekspor benih lobster itu didaftarkan oleh 14 perusahaan eksportir tersebut dengan tujuan Kota Ho Chi Minh City.
“Setelah dilakukan analisis, terdapat 20 dokumen PEB yang didaftarkan oleh 14 eksportir yang berbeda. Kami berkoordinasi dengan Polresta Bandara Soekarno Hatta dan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil perikanan Jakarta I Bandara Soekarno Hatta melakukan penindakan atas kasus ini,” ujar Kepala Bea Cukai Soekarno-Hatta Finari Manan.