Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan perusahaan penyedia platform belanja daring perlu mewaspadai turunnya transaksi karena daya beli masyarakat sedang anjlok.
“Konsumsi dipastikan melemah setelah pengumuman resmi resesi. Kalau disampaikan bahwa kebangkitan ekonomi berlangsung, itu kan hanya menenangkan kita bahwa sebenarnya resesi memang baru dimulai,” ujar Heru.
Adapun ekonom Institute for Development of Economics (Indef), Bhima Yudistira, berpandangan hari belanja 11.11 hanya akan mendorong konsumsi belanja di level masyarakat kelas menengah dan atas. Seperti menyitir data Wearsocial, pertumbuhan e-commerce memang meningkat 31 persen selama pandemi.
Namun peningkatan konsumsi ditengarai tak terjadi di masyarakat lapis menengah ke bawah. Masalahnya, masyarakat di kelompok ini masih mengkonsentrasikan belanjanya untuk kebutuhan pokok yang dibeli dari pasar tradisional, supermarket, atau minimarket.
Kondisi tersebut tercermin dari data kontribusi e-commerce terhadap total belanja retail yang hanya menambah peningkatan sebesar 5 persen. “Kelas menengah ke bawah daya belinya masih rendah sehingga kemampuan membeli barang secara online tak setinggi tahun lalu,” katanya.
Di sisi lain, Bhima mengatakan keterbatasan UMKM yang bergabung di platform online juga menjadi persoalan bagi lambatnya pertumbuhan transaksi digital di dalam negeri, kendati telah didorong dengan promo hari belanja. Sampai akhir Oktober, jumlah UMKM yang melakukan transisi ke platform daring baru 13 persen. Sementara itu, sisanya masih mempertahankan cara pemasaran lama, yakni dengan sistem yang konvensional.