Anies sebelumnya telah menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 52 Tahun 2020.
Regulasi itu mengatur soal Percepatan Peningkatan Sistem Pengendalian Banjir di Era Perubahan Iklim yang ditetapkan pada 15 September 2020.
"Dengan terjadinya peningkatan intensitas hujan akibat perubahan iklim, diperlukan percepatan peningkatan pengendalian banjir Jakarta yang responsif, adaptif, dan memiliki resiliensi atas risiko banjir yang dihadapi saat ini dan di masa yang akan datang, baik dari segi peningkatan infrastruktur fisik maupun infrastruktur sosial," tulis pembukaan Ingub tersebut.
Ingub memuat ihwal pembangunan sistem deteksi dan peringatan dini, percepatan program penanganan banjir, hingga memastikan infrastruktur pengendalian banjir yang sudah ada beroperasi dalam kapasitas optimal.
Menanggapi keinginan Anies agar banjir surut dalam waktu kurang dari 6 jam, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, sangsi dengan target ini. Dia menganggap, menyurutkan banjir kurang dari enam jam sulit dilakukan.
Sebabnya, saluran air atau drainase hanya mampu menampung 100-150 milimeter air. Sementara curah hujan di Jakarta serta daerah penyangganya terus meningkat, tertinggi 377 milimeter pada Januari 2020. Apalagi, dia mengutarakan, hanya 33 persen saluran air yang berfungsi cukup baik.
"Sisanya masih tersumbat lumpur, sampah, limbah, dan jaringan utilitas yang tumpang tindih, serta belum terhubung baik antar saluran dan dengan sungai atau situ-danau terdekat," kata dia.
Untuk itu, Nirwono menekankan pentingnya pengelolaan air hujan dengan membangun atau memperbaiki sejumlah fasilitas penunjang. Misalnya, merevitalisasi atau menambah kapasitas daya tampung situ, danau, embung, dan waduk eksisting.
Kemudian memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) sebagai daerah resapan untuk menampung cadangan air. Dengan begitu, tutur dia, air yang mengalir ke saluran, sungai, dan laut bisa berkurang.