TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memutuskan tidak ada kenaikan upah minimum 2021. Keputusan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada masa Pandemi Covid-19.
Lewat surat edaran tersebut, Ida mengatakan, alasan tidak menaikkan upah minimum 2021 karena mempertimbangkan kondisi perekonomian di masa pandemi dan perlunya pemulihan ekonomi nasional. Serikat buruh telah mengetahui surat edaran itu.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai keputusan Ida ini hanya akan membuat perlawanan buruh semakin mengeras. Perlawanan itu ialah menolak tidak adanya kenaikan upah minimum 2021. Sebelumnya, serikat buruh sudah melakukan penolakan keras lahirnya UU Cipta Kerja.
"Menaker tidak memiliki sensitivitas nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata," kata Iqbal dalam keterangan resmi pada Selasa, 27 Oktober 2020.
Ribuan massa buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama-sama dengan elemen serikat pekerja yang lain melakukan aksi demo di depan gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 25 Agustus 2020. Dalam aksinya massa buruh menolak omnibus law RUU Cipta Kerja dan Stop PHK. TEMPO/Subekti.
Berbeda dengan pemerintah pusat, beberapa kepala daerah justru memberi angin segar kepada para buruh dengan berkomitmen menaikkan upah minimum 2021. Setidaknya ada lima provinsi yang memutuskan akan menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2021.
Pertama ialah Provinsi DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuat kebijakan UMP Asimetris 2021. Menurut dia, kebijakan asimetris yang dikeluarkan masih sesuai dengan aturan pemerintah.
Dengan kebijakan asimetris itu, perusahaan yang tidak terkena dampak Covid-19 maka wajib menaikkan upah sebesar 3,27 persen atau menjadi Rp 4,4 juta pada 2021. Sedangkan perusahaan yang mengalami dampak pandemi upahnya sama dengan tahun 2020 yaitu, Rp 4,2 juta.