Kerusuhan pecah menjelang sore saat polisi memukul mundur massa yang memaksa mendekati Istana. Polisi menghujani massa dengan meriam air dan gas air mata. Masa berhamburan ke sejumlah lokasi.
Masa yang dipukul mundur melampiaskan amarahnya ke sejumlah fasilitas publik. Pos polisi hingga halte Transjakarta di Jalan M.H. Thamrin dibakar massa. Anies mencatat 20 halte Transjakarta rusak dengan total kerugian mencapai Rp 55 miliar imbas unjuk rasa kemarin.
Pemerintah menargetkan mengindentifikasi seluruh kerusakan imbas demo kemarin selesai sore ini.
"Semuanya diidentifikasi. Insyaallah sore ini semuanya selesai diidentifikasi lalu kami segera akan perbaiki," kata Anies saat meninjau kawasan Bundaran Hotel Indonesia Jumat pagi, 9 Oktober 2020.
Selain kerusakan fasilitas publik, yang menjadi perhatian Pemerintah DKI adalah muncul klaster Covid-19 terhadap pendemo dan kampus. "Nanti kami akan lihat (untuk tracing) yang jelas saya khawatir, termasuk soal kerumunan ini, karena semua beresiko," kata Anies.
Sehari sebelum unjuk rasa besar kemarin, polisi menggelandang 12 siswa STM yang akan mengikuti demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja ke Mapolda Metro Jaya untuk menjalani tes usap atau swab. Alasannya, setelah ditangkap dan dilakukan rapid test oleh polisi, para pendemo tersebut menunjukkan hasil reaktif Covid-19.
"Sambil menunggu hasil tes swab, mereka akan kami isolasi di Pademangan, Jakarta Barat," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu, 7 Oktober 2020.
Polisi kembali menemukan 10 peserta demo yang reaktif Covid-19 pada Kamis kemarin. Mereka adalah pendemo dari unsur siswa STM yang berencana menggelar aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di depan Istana Negara, Jakarta Pusat hari ini.
"Ini yang di depan Istana Negara baru saja kami lakukan rapid dan ditemukan 10 lagi yang reaktif. Kami akan isolasi di Pademangan sana, di asrama," ujar Yusri Yunus saat dihubungi, Kamis, 8 Oktober 2020.
Lebih lanjut, Yusri mengatakan pada hari ini saja pihaknya telah menangkap 150 siswa STM yang berencana ikut demonstrasi di depan Istana Negara dan Gedung DPR RI. Mereka semua yang tertangkap akan dilakukan rapid test, jika hasilnya reaktif Covid-19 akan berlanjut pada swab test dan diisolasi.
Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan unjuk rasa yang melibatkan ribuan orang di Jakarta dan sekitarnya berpotensi meningkatkan lonjakan kasus Covid-19. Lonjakan tersebut bakal terlihat dalam waktu tiga sampai tujuh hari ke depan. "Bahkan berpotensi menjadi klaster demo. Karena para peserta unjuk rasa tak mematuhi protokol kesehatan," katanya.
Tri menuturkan penularan kasus saat unjuk rasa sangat berpotensi terjadi jika ditemukan orang yang positif Covid-19. Apalagi saat ini banyak orang yang tidak mengalami gejala saat tertular virus corona. "Ini yang berbahaya. Kalau ada dua orang saja saat di dalam kerumunan bisa menularkan. Apalagi kalau ada puluhan yang positif. Penularan akan semakin besar."
Ia menyarankan Pemerintah DKI meningkatkan pelacakan untuk mengantisipasi penyebaran virus corona dampak unjuk rasa menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja kemarin. "Kontak tracing harus ditingkatkan terutama kalau nanti sudah ditemukan ada peserta demo yang terinfeksi Covid-19," ucapnya.
Menurut dia, pelacakan yang cepat bisa mencegah penularan wabah ke orang lain. Sebab setiap orang yang ditemukan telat terpapar corona bisa langsung diisolasi. "Yang dikhawatirkan banyak yang tidak bergejala dan menularkan kepada orang lain," ujarnya.