TEMPO.CO, Jakarta - Mendekati tengah malam, Sabtu, 3 Oktober 2020, Badan Legislasi DPR RI dan Pemerintah sepakat melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja ke sidang paripurna. Meski sejak jauh-jauh hari penolakan terhadap RUU ini kencang disuarakan, DPR dan pemerintah bergeming.
Cepatnya pembahasan RUU ini sejatinya sudah direncanakan sejak awal oleh pemerintah. Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 16 Januari lalu bahkan menargetkan pembahasannya bisa selesai maksimal 100 hari kerja sejak pemerintah menyerahkan draft RUU ke DPR.
Pemerintah tercatat baru menyerahkan draft RUU Cipta Kerja pada 12 Februari 2020. Dihitung dari tanggal tersebut, sesungguhnya target kelar 100 hari tak terpenuhi. Pemerintah dan DPR pun terus mengubah tenggat mereka untuk menyelesaikan RUU tersebut. Puncaknya, pemerintah berkukuh RUU Cipta Kerja bisa kelar bulan ini.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. "Kalau bisa di awal Oktober lebih baik, karena undang-undang ini di BKPM penting," katanya dalam konferensi pers daring, Selasa, 8 September 2020.
Alasan yang selalu pemerintah ungkapkan adalah RUU ini penting untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia lantaran menghapus berbagai regulai yang tumpang tindih.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan selesainya RUU Cipta Kerja di pekan ini lantaran Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 akan berakhir pada 8 Oktober 2020. "Semua draf RUU jangan ditunda diselesaikan di Masa Sidang I tanpa terkecuali, bukan hanya Ciptaker (RUU Cipta Kerja)," kata Azis di Kompleks Parlemen, Jumat, 2 Oktober 2020.
Ketua Baleg, Supratman Andi Agtas mengatakan pembahasan di tingkat Panitia Kerja sudah rampung sehingga pihaknya dan pemerintah sudah bisa mengambil keputusan di tingkat pertama. Setelah ditetapkan di tingkat pertama, RUU Cipta Kerja ini tinggal diketok di rapat paripurna. "Mau ngapain lagi, kan udah selesai Panjanya. Bukan apa-apa, hanya karena sudah selesai di tingkat Panja," kata politikus Gerindra ini.
Ia tak menjelaskan secara rinci ihwal alasan Baleg dan pemerintah menggelar rapat di akhir pekan hingga larut malam bahkan hendak menetapkan Omnibus Law Cipta Kerja. Padahal, DPR sebenarnya melakukan pembatasan jumlah kehadiran dan jam rapat hingga pukul 18.00 WIB saja. "Kan kerja, kalau untuk rakyat kan enggak ada yang salah," kata Supratman.