"Bisa berantakan cash flow anggaran DKI kalau semuanya dipindahkan ke hotel atau fasilitas milik pemerintah," ujarnya. "Isolasi dalam rumah lebih baik dari sisi kenyamanan."
Teguh menegaskan bahwa selama isolasi mandiri yang dibutuhkan adalah pengawasan dan dukungan dari tetangga di lingkungan. Ombudsman mendorong pemerintah memaksimalkan pengawasan berbasis masyarakat.
Menurut Teguh, Pemerintah DKI juga telah memiliki program RW siaga yang bisa dimanfaatkan untuk mengawasi warga yang menjalani isolasi mandiri. Bahkan RW siaga juga bisa berperan untuk mengawasi pergerakan warga yang pulang atau mau berangkat keluar daerah.
"Karena sesuai ketentuan orang yang dari luar kota harus isolasi mandiri 14 hari. Tapi praktiknya mau PNS atau karyawan swasta sekarang bebas berangkat kapan pun tanpa harus isolasi mandiri," ujarnya.
Sedangkan, epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono menyarankan pemerintah mengisolasi seluruh warga yang ditemukan terpapar Covid-19. Menurut dia, isolasi dengan pengawasan petugas Kesehatan lebih baik daripada menjalani sendiri di rumah.
"Banyak ditemukan isolasi mandiri tak efektif. Orang masih sering keluar ruang isolasi dan menularkan virus ini kepada orang lain."
Menurut Pandu lagi, isolasi yang difasilitasi pemerintah bisa menekan penularan wabah dari klaster rumah tangga. Pandu memperkirakan klaster rumah tangga bakal terus menyumbang penambahan kasus Covid-19 di Ibu Kota, jika tidak dikendalikan. "Klaster rumah tangga ini penyumbang tertinggi kasus Covid-19 di DKI," katanya.
Klaster ini masuk di urutan satu sampai tiga yang menyumbang angka penularan tertinggi. Pemerintah harus memastikan isolasi kasus Covid-19 yang ditemukan di klaster keluarga cepat diisolasi. Satu orang yang terpapar virus Corona berpotensi menularkan seluruh anggota keluarga lainnya yang ada di dalam satu rumah.
Pandu mencontohkan penularan kasus positif penyidik senior KPK Novel Baswedan. “Satu orang kena, keluarga lainnya ikut kena."
IMAM HAMDI