Macron menuding para pemimpin Lebanon mengkhianati janji mereka sendiri untuk membentuk pemerintahan baru. Semua faksi disebut mengutamakan kepentingan masing-masing daripada berkomitmen kepada kepentingan warga Lebanon.
"Saya perhatikan pihak berwenang dan kekuatan politik Lebanon lebih memilih kepentingan partisan mereka dan kepentingan individu sehingga merugikan kepentingan umum negara," ujar Macron seperti dikutip dari Reuters, 28 September 2020.
Mengapa prahara di Lebanon tidak kunjung berakhir? Tidak adakah jalan keluar sekalipun negara ini menganut politik sektarian?
Salah satu titik krusial adalah sektarianisme politik yang merawat dan mempertahankan kepentingan mereka masing-masing, seperti dikutip dari BBC News, 5 Agustus 2020.
Berdasarkan Perjanjian tahun 1943, pemerintahan Lebanon dibagi-bagi pada 3 komunitas terbesar di negara itu yakni, Kristen Maronit, Syiah Muslim, dan Sunni Muslim.
Jabatan presiden dikendalikan oleh Kristen Maronit, perdana menteri dipegang oleh Islam Sunni dan ketua parlemen oleh muslim Syiah.
Parlemen dengan 128 kursi dibagi antara Kristen dan Muslim termasuk sekte Druze.
Lebanon secara resmi mengakui 18 komunitas agama meliputi 4 dari Muslim, 12 Kristen, Druze dan Judaisme.
Konsensus ini membentuk elit-elit di pemerintahan berupaya mempertahankan kekuasaan. Mereka menunjuk orang-orang mereka supaya jabatan itu tidak jatuh ke orang lain dan menyuburkan praktek korupsi.
Mobil water canon polisi menyemprotkan air ke arah pengunjuk rasa selama protes anti-pemerintah di dekat istana pemerintah di Beirut, Lebanon, 23 Agustus 2015. Pengunjuk rasa menuding korupsi menyebabkan pemerintah tidak bisa memecahkan krisis pembuangan sampah, yang berawal dari penutupan tempat pembuangan akhir sampah, sehingga sampah menumpuk di kota Beirut. AP/Bilal Hussein
Mereka memberlakukan sistem jaringan patron demi melindungi kepentingan kelompok yang mereka wakili.
Itu tercermin dari laporan Indeks Persepsi Korupsi Transparency International 2019 yang menempatkan Lebanon di urutan 137 dari 180 negara terkorup di dunia.
Transparency International menyatakan, korupsi merembes ke semua lapisan masyarakat di Lebanon dengan partai politik, parlemen dan polisi sebagai lembaga paling korup di Lebanon.
Sistem pembagian kekuasaan sektarian, menurut Transparency Internasional,yang mendorong jaringan patronasi dan menghalangi sistem pemerintahan Lebanon berjalan.
Dari segi geografis, negara ini dikelilingi negara-negara yang bergejolak dalam perang seperti Israel dan Suriah. Lebanon berbatasan langsung dengan kedua negara ini.
Sebagian wilayah Lebanon pernah diduduki Suriah dan Israel hampir dua dekade lamanya.
Hizbullah, organisasi bersenjata Syiah yang didukung Iran memiliki pengaruh kuat dalam pemerintahan Lebanon. Musuh utamanya Israel.
Dalam perang Suriah, Hizbullah berperang bersama pasukan Presiden Bashar al-Assad yang membuat politik Lebanon terbelah. Lebanon pun kena getahnya berupa jatuhnya sanksi yang mengurangi aliran uang Teluk dalam bentuk pariwisata dan pengiriman uang ke Lebanon.
Dan Lebanon harus menanggung beban semakin berat karena sekitar 1,5 juta pengungsi Suriah memasuki negara ini untuk menghindar dari perang di negara mereka.
Pemimpin dunia termasuk Raja Salman dari Arab Saudi dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerukan agar senjata Hizbullah dilucuti. Tentu saja itu tidak akan dilakukan Hizbullah.
Pengaruh Hizbullah digambarkan seperti negara di dalam negara di Lebanon.
Dalam laporan Economist.com, 3 September 2020, Lebanon disebut sebagai negara mungil di Timur Tengah yang selalu menjadi mainan negara-negara asing Amerika, Iran, Israel, Arab Saudi, dan Suriah.
Dan kini Turki di bawah pemerintahan Presiden Recep Tayyib Erdogan menjadi kekuatan baru pada masyarakat Lebanon dengan memberikan ribuan beasiswa untuk studi di Turki.
Erdogan merangkul para elit politik Lebanon dalam menanamkan pengaruhnya. Mantan Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri menghadiri pernikahan anak perempuan Erdogan tahun 2016 lalu.
Memasuki hampir setahun sejak Lebanon diguncang krisis, belum tampak upaya terobosan untuk mengakhiri prahara di Lebanon. Sementara kekuatan warga sipil tidak mampu memberikan tekanan kuat kepada penguasa Lebanon.
Berikut fakta-fakta penting dari multikrisis yang menimpa Lebanon.
Ekonomi terjun bebas:
Pada Maret 2020, untuk pertama kali dalam sejarah Lebanon mengumumkan gagal membayar utangnya. Lebanon memiliki utang nasional sebesar US$ 92 milair atau hampir 170 persen dari Pendapatan Domestik Bruto.. Ini salah satu rasio utang tertinggi di dunia.
Lebanon menggantungkan 90 persen kebutuhan pokoknya yakni gandum dari impor.
Nilai mata uang Lebanon melorot hingga 80 persen dan menjamur pasar gelap untuk menukar uang.
Daya beli masyarakat sangat minim hingga mereka tidak mampu membeli produk kebutuhan pokok.
Pengganguran dan Kemiskinan
Tingkat pengangguran mencapai 25 persend dari total jumlah tenaga kerja di Lebanon.
Sepertiga dari populasi warga Lebanon hidup di bawah garis kemiskinan.
"Banyak warga Lebanon telah berhenti membeli daging, buah dan sayuran, dan akan segera kesulitan untuk mampu membeli roti," tulis Hassan Diab, mantan perdana menteri Lebanon di Washington Post.
Fasilitas umum
Aliran listrik sering kali padam, kekurangan air minum, fasilitas perawatan kesehatan masyarakat yang terbatas, dan koneksi internet di negara ini termasuk yang terburuk di dunia.
REUTERS | BBC | GUARDIAN| THE ECONOMIST.COM