Gegap gempita pembangunan Kampung Akuarium itu justru mendapat kritik dari beberapa pihak.
Salah satunya adalah Ahok. Ia menilai pembangunan Kampung Akuarium oleh Anies hanya untuk menunaikan janjinya kepada konstituen saat Pilkada 2020.
"Sayang saja ada peninggalan cagar budaya dan kawasan Kota Tua dirusak hanya mau menyenangkan konstituen," kata Ahok melalui pesan singkatnya, Kamis, 20 Agustus 2020.
Menurut Ahok, semestinya Anies yang menjadi pejabat negara mengutamakan konstitusi, ketimbang mempertahankan konstituen. Apalagi hingga saat ini belum ada Peraturan Daerah yang bisa mengizinkan pembangunan permukiman di kawasan cagar budaya tersebut.
"Saya tidak tahu apakah ada perda baru yang ubah semua tata ruang di DKI khususnya kawasan Kota Tua dan Kampung Akuarium," kata Ahok.
Setahu Komisaris Utama Pertamina itu, kawasan Kampung Akuarium dulunya adalah Pasar Hexagonal yang menjadi pusat wisata dan UMKM. Namun, Ahok prihatin kawasan pasar bersejarah yang dulu pernah ada justru bukan dibangkitkan malah bakal dijadikan kampung susun atau permukiman warga.
"Rumah atau rusun atau rumah lapis istilahnya bisa dibangun di mana saja. Penjaringan dan Daan Mogot sudah dibangun rusun tingkat 20 lantai," kata Ahok. "Semua bisa tinggal di sana dan penduduk asli Akuarium bisa dikasih hak dagang di sana jika jadi destinasi turis."
Suara yang hampir sama diutarakan Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI, Gembong Warsono. Dia menilai, Gubernur DKI Anies Baswedan telah melanggar Perda 1/2014.
Menurut dia, dalam perda itu mengatur Kampung Akuarium masuk dalam kawasan zona merah. Artinya, lahan di kampung tersebut seharusnya dimanfaatkan untuk urusan pemerintahan, bukan mendirikan hunian warga.
"Jadi misalnya untuk kantor kelurahan boleh. Tapi kalau untuk rumah susun ya tidak boleh," ucap dia.
Dalam Perda 1/2014 tercantum zona pemerintahan daerah diperuntukkan kegiatan pemerintahan daerah dan atau administrasi pemerintahan provinsi, kota/kabupaten administrasi, kecamatan, dan kelurahan serta fasilitasnya dengan luas lahan sesuai fungsi.