TEMPO.CO, Jakarta -Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI menilai Pemerintah DKI Jakarta gagal dalam menerapkan PSBB Transisi karena kasus penularan Covid-19 terus bertambah.
"Saat ini PSBB masa transisi masih gagal Belum bisa menekan penambahan kasus Covid 19," ujar Ketua Fraksi PSI Ahmad Idris saat dihubungi, Jumat 14 Agustus 2020.
Selain itu kata Idris angka positify rate atau angka persentase penularan Covid 19 melonjak menjadi 7-8 persen melampaui batas ambang batas WHO yaitu 5 persen. Di sisi lain kata dia, jumlah penambahan kasus positif Covid-19 juga tinggi hingga tembus 500 kasus bahkan lebih.
Baca juga : Penularan Covid-19 Melonjak, Wali Kota Jakarta Selatan: Agak Gawat
Idris mendesak Pemerintah DKI untuk lebih tegas dalam menerapkan PSBB meski saat ini DKI kembali memutuskan untuk memperpanjang PSBB transisi fase I. Dia mengkritik sejumlah kebijakan yang telah dikeluarkan DKI sejauh ini karena belum mampu menekan angka penularan Covid-19.
"PSI mendorong Pemprov DKI membuat PSBB yang lebih terencana dan tegas, karena saat ini PSBB Transisi masih gagal. Pemprov DKI seharusnya sudah memprediksi peningkatan kasus saat masa transisi, tetapi sampai sekarang kebijakan terkait Covid-19 Jakarta masih plin-plan, reaktif, dan rawan memperburuk situasi," ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk memperpanjang PSBB transisi hingga 14 hari mendatang hingga 27 Agustus 2020.
"Dengan mempertimbangkan segala kondisi, setelah kami berkonsultasi dengan pakar kesehatan khususnya epidemiolog, dan berkoordinasi dengan jajaran Forkopimda pada sore tadi, kami memutuskan untuk kembali memperpanjang PSBB transisi," ujarnya Kamis malam, 13 Agustus 2020.
Dalam kesempatan tersebut Anies mengeluarkam sejumlah kebijakan untuk menekan kasus Covid-19 dengan melarang kegiatan yang berpotensi menyebabkan kerumuman seperti CFD hingga kegiatan perlombaan saat hari Kemerdekaan 17 Agustus.
Anies juga berjanji akan lebih ketat dalam menegakkan aturan, khususnya penggunaan masker kepada masyarakat.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan ke depannya Pemerintah Provinsi akan lebih tegas dan keras dalam menerapkan aturan protokol kesehatan. Hal itu diakibatkan adanya tingkat kerumunan yang meningkat selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi.
“Termasuk kami sedang susun regulasi adanya dendaa progresif bagi unit-unit kegiatan, restoran, hotel, perkantoran, dan lain-lain yang melanggar,” kata Riza di Balai Kota Jakarta pada Jumat, 14 Agustus 2020.
Riza menjelaskan, tak menutup kemungkinan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan sanksi pidana bagi para pelanggar protokol kesehatan, Seperti diketahui sebelumnya, dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19 terdapat empat jenis sanksi.
Keempat sanksi itu adalah sanksi administrasi berupa teguran, penutupan sementara, sampai pencabutan izin; sanksi kerja sosial; sanksi denda; dan sanksi pidana. Riza mengatakan Pemrov telah membahas perihal sanksi pidana itu dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Kepolisian Daerah Metro Jaya. “Pergub 41 ada sanksi pidana cuma selama ini belum kita berlakukan,” ucap dia. “Kemarin juga udh didiskusikan sama kajati, kapolda, dimungkinkannya adanya sanksi pidana.”
Saat ini Pemprov DKI Jakarta telah memutuskan memperpanjang PSBB Transisi fase pertama ke tahap keempat. Perpanjangan transisi jilid empat ini akan berlangsung selama 14 hari mulai Jumat, 14 Agustus hingga 27 Agustus mendatang.
Gubernur Anies Baswedan mengatakan ada kenaikan rasio positif pada hari terakhir perpanjangan tahap tiga PSBB transisi fase pertama, Kamis, 13 Agustus 2020.
Rasio positif atau positivity rate merupakan hasil pembagian jumlah orang positif Covid-19 dengan jumlah orang yang melakukan tes swab. Masih tingginya kasus penularan wabah ini membuat Anies kembali memperpanjang PSBB transisi fase pertama.
"Tingkat temuan kasus positif baru atau positivity rate di DKI Jakarta yang cenderung meningkat selama sepekan terakhir, yaitu di angka 8,7 persen," kata Anies melalui keterangan resminya. Pada Rabu, 12 Agustus 2020, rasio positif DKI selama sepekan terakhir berada di angka 8,3 persen.
Paparan data yang memburuk itu seperti hanya macan kertas bagi Balai Kota DKI.
Sebelumnya, pada Rabu 12 Agustus 2020 lalu, Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, sudah memperingatkan Pemerintah DKI Jakarta tidak memperpanjang PSSB transisi yang berakhir 13 Agustus 2020.
"Jakarta jangan jadi banci. Jangan lagi ada istilah PSBB transisi. Melakukan PSBB tapi pelonggaran dilakukan," kata Tri saat dihubungi, Rabu, 12 Agustus 2020. "Lebih baik hentikan PSBB transisi."
Menurut dia, untuk mengendalikan wabah yang telah meluas di Ibu Kota, satu-satunya cara adalah dengan membatasi pergerakan sosial dengan sangat ketat. Tri menyarankan PSBB dilakukan lebih ketat dari yang oertama karena Covid-19 telah menyelimuti DKI.
Baca juga : Pandemi Covid-19, 79 Polisi dan Koramil di Cilincing Ikut Tes Swab
"Kalau PSBB transisi masih terus diperpanjang maka usaha pemerintah menekan penularan virus tidak akan berhasil," ujarnya. "Jadi jangan diperpanjang."
Lebih jauh Tri memahami kebijakan pemerintah tidak bisa menghentikan PSBB transisi karena desakan ekonomi. Namun, jika wabah ini tidak cepat terkendali maka bakal berisiko terhadap krisis kesehatan yang lebih besar. Ujungnya, kata dia, krisis kesehatan ini berpotensi berimbas terhadap masalah ekonomi.
"Sekarang pun sudah terbukti ada kenaikan pasien dengan gejala berat di rumah sakit. Jika situasi ini terus berlangsung krisis kesehatan bakal lebih besar lagi," ucap epidemiolog tersebut.
Ekonom dari Institute for Development of Economics (Indef) Bhima Yudistira sebelumnya telah menyarankan Pemerintah DKI berfokus pada penanggulangan wabah virus corona ketimbang pemulihan ekonomi. Menurut Bhima, pemilihan ekonomi bakal sulit dilakukan sebelum wabah bisa dikendalikan.
Sebabnya, masyarakat tidak akan merasa aman saat ingin berbelanja atau melakukan aktivitas ekonomi saat ancaman Covid-19 masih ada. "Jadi tidak ada pemulihan ekonomi, tanpa adanya penanganan wabah ini dengan serius," kata Bhima saat dihubungi, Jumat, 7 Agustus 2020.
TAUFIQ SIDDIQ | IMAM HAMDI | ADAM PRIREZA