Pariwisata menjadi sektor yang pertama kali terdampak atas kebijakan tersebut. Fakta tersebut terlihat dari nilai tambah sektor hotel, restoran, transportasi, dan jasa lainnya yang terkontraksi sangat dalam. Sektor industri pengolahan dan konstruksi kemudian mengikuti di belakangnya, yang juga mengalami kontraksi.
"Melemahnya kinerja pada sektor-sektor tersebut berimbas pada terkontraksinya kinerja sektor Perdagangan. Hal tersebut dikarenakan turunnya permintaan bahan baku dan penolong," tulis Badan Pusat Statistik DKI Jakarta.
BPS DKI Jakarta menyatakan penurunan kinerja perekonomian itu telah melemahkan daya beli masyarakat dan menyebabkan menurunnya konsumsi rumah tangga. Tingkat inflasi yang terkendali dengan baik tidak cukup mengimbangi penurunan pendapatan masyarakat. Sehingga pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) terkontraksi cukup dalam, yaitu minus 5,23 persen (year-on-year) dan tidak mampu lagi menjadi penggerak perekonomian Jakarta.
Melemahnya agregat permintaan secara total juga membuat pelaku usaha menunda investasi mereka. Fakta ini menyebabkan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) terkontraksi dalam sebesar minus 10,36 persen (year-on-year).
Selain itu, sebagai bagian dari masyarakat global yang terdampak pandemi Covid-19, tekanan ke perekonomian Jakarta juga datang dari luar. Yaitu, terkait menurunnya arus barang dan jasa yang keluar-masuk di Ibu Kota.