Pemerintah pun telah membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Pembentukan Komite tersebut akan meningkatkan koordinasi dan pelaksanaan kebijakan dalam menangani pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional sehingga perencanaan dan eksekusi kedua target kesehatan dan ekonomi dapat berjalan beriringan dan tercapai sekaligus.
Saat ini, upaya akselerasi implementasi modalitas PEN telah dilakukan dalam bentuk restrukturisasi dan penjaminan kredit modal kerja UMKM dan korporasi padat karya, penempatan dana pemerintah di bank umum mitra dan BPD untuk selanjutnya kredit dikucurkan kepada sektor riil, UMKM dan dunia usaha, dukungan bagi pemerintah daerah, salah satunya melalui pinjaman daerah; serta dukungan insentif listrik bagi industri, bisnis, dan sosial.
Sekretaris I Komite Penanganan Covid-19, Raden Pardede menekankan belanja pemerintah harus digenjot. Caranya, kata dia, setiap hari Kementerian Keuangan akan menyisir satu per satu Kementerian atau Lembaga untuk memastikan belanja KL, maupun belanja PEN yang sebesar Rp 695,2 triliun harus diserap habis.
"Diharapkan juga ada progres sampai di lapangan. Sehingga kaum yang membutuhkan, yaitu golongan kelas menengah bawah ada tambahan daya beli," ujar Raden.
Namun, kata dia, itu tidak cukup karena harus ada kepercayaan dari kelas menengah atas juga untuk belanja. Karena itu, pemerintah juga berupaya memastikan belanja kesehatan didorong lebih cepat.
Adapun secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I-2020 dibandingkan dengan semester I-2019 terkontraksi 1,26 persen. Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto(PDB) atas dasar harga berlaku triwulan II 2020 mencapai Rp 3.687,7 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 2.589,6 triliun.
Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kewaspadaan perlu ditingkatkan bagi seluruh pemangku kebijakan maupun pelaku ekonomi. "Kondisi pandemi sangat mempengaruhi ekonomi dan stabilitas sistem keuangan. KSSK melihat, stabilitas sistem keuangan pada kuartal kedua tahun 2020 yakni periode April Mei Juni adalah dalam kondisi normal meskipun kewaspadaan terus ditingkatkan," kata Sri Mulyani.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menyebutkan jebloknya pertumbuhan ekonomi nasional minus 5,32 persen di kuartal kedua tahun ini adalah kontraksi ekonomi pertama sejak krisis terparah 1998 silam.
"Karena pertumbuhan pada triwulan pertama hanya 2,97 persen, maka pertumbuhan kumulatif sampai semester pertama tahun ini pun terkontraksi sebesar 2,95 persen," ujar Faisal Basri seperti dikutip dari blognya, Rabu.
Faisal Basri menyebutkan konsumsi rumah tangga yang merupakan komponen terbesar dalam PDB dengan kontribusi 58 persen, akhirnya merosot atau mengalami kontraksi sebesar 5,51 persen.
Kejadian ini, menurut dia, hampir sama parahnya dengan krisis 1998 ketika pertumbuhan konsumsi rumah tangga minus 6,17 persen. "Di era Orde Lama sejak 1960, konsumsi rumah tangga hanya dua kali mengalami kontraksi, yaitu tahun 1963 sebesar 3,95 persen dan tahun 1966 sebesar 1,46 persen," ucapnya.
Oleh karena itu, menurut Faisal Basri, suntikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN berupa bantuan sosial bagi penduduk miskin dan rentan serta terdampak pandemi Covid-19 sangat diperlukan untuk membantu menahan kemerosotan lebih dalam.
Sedangkan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan seiring dengan implementasi kebijakan kenormalan baru yang di berbagai daerah, akselerasi pemulihan aktivitas sosial dan ekonomi diharapkan berjalan dengan percepatan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Di triwulan III dan IV, belanja pemerintah sebesar Rp1.670,8 T terus digenjot untuk mendorong konsumsi pemerintah dan juga mendorong konsumsi rumah tangga melalui belanja perlindungan sosial," kata Febrio dalam keterangan tertulis hari ini.
Dia menuturkan program belanja perlindungan sosial sudah berjalan sebesar Rp 85.51 triliun dan akan diperluas dan ditambah antara lain dengan Bantuan Beras untuk Penerima PKH Rp 4,6 triliun(mulai cair bulan September), Bantuan Tunai Rp 500 ribu untuk penerima Kartu Sembako di luar PKH Rp 5 triliun (akan
cair bulan Agustus), Ketahanan Pangan dan Perikanan Rp 1,5 triliun, Bantuan Produktif untuk 12 juta UMKM (Rp2,4 jt per UMK) sebesar Rp 28 triliun, dan Bantuan Gaji Rp 600 ribu untuk empat bulan bagi 13 juta pekerja, sebesar Rp 31,2 triliun.
Menurutnya, insentif sektoral juga harus diintensifkan. Insentif perpajakan seperti PPh 22 Impor, PPh 25, PPh Final PP 23, dan Restitusi PPN dipercepat, telah dinikmati oleh 404.554 wajib pajak dengan nilai manfaat sebesar Rp 16,56 triliun. Manfaat paling tinggi dinikmati oleh sektor perdagangan, industri pengolahan dan transportasi dan pergudangan.
Aktivitas perekonomian di daerah juga harus terus didukung. Program pinjaman daerah yang dianggarkan sebesar Rp 15 triliun telah diluncurkan dan dimulai dengan Pemda Jawa Barat Rp 1,9 triliun dan DKI Jakarta Rp 4,5 triliun. Program ini diharapkan bisa menggerakkan aktivitas perekonomian di daerah.
HENDARTYO HANGGI