Alih fungsi Hagia Sophia tentu memancing reaksi dari negara-negara tetangga, apalagi mereka yang memiliki ikatan sejarah terhadap Kekaisaran Romawi Suci.
Kantor Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis, mengutuk Turki karena mengubah Haghia Sophia menjadi masjid, Middle East Monitor melaporkan.
Bahkan partai politik Yunani, Greek Solution, mengancam untuk mengubah rumah Mustama Kemal Ataturk di Thessaloniki untuk dijadikan museum Genosida Yunani, menurut laporan The Greek City Times.
Sementara Paus Fransiskus mengutarakan kesedihannya saat Misa Mingguan di alun-alun Santo Peter terkait langkah Turki.
Syahroni mengatakan Erdogan tentu sudah menimbang dampak internasional terkait alih fungsi Hagia Sophia. "Tapi yang saya lihat keputusan ini tidak memiliki dampak serius bagi hubungan Turki-Uni Eropa karena ini lebih bersifat urusan domestik. Hal ini dikuatkan dari sikap Wakil Menlu Rusia yang menganggap urusan Hagia Sophia adalah urusan internal Turki. Erdogan baru-baru ini juga saling telepon dengan Vladimir Putin membahas perkembangan di Libya," ujar Syahroni ketika ditanya apakah isu Hagia Sophia berdampak pada negara tetangga termasuk dari sekutu Eropa.
Pemerintah Rusia, negara dengan mayoritas penganut Gereja Ortodoks, tampaknya tidak mau terlalu jauh memprotes Erdogan. Dikutip dari RT, juru bicara Vladimir Putin, Dmitry Peskov, berharap agar Turki menimbang kembali rencana mengubah Hagia Sophia, namun menyatakan Rusia akan menghormati apapun keputusan Turki.
Sementara Arab Saudi tampaknya mengkritik secara tidak resmi keputusan Erdogan. Melalui kolom opini dan editorial harian Arab News dan Saudi Gazette, alih fungsi status Hagia Sophia dianggap sebagai keputusan provokatif.
"Kendati bermusuhan dengan Turki, Arab Saudi tak dapat mengkritik Turki lebih keras karena ia berhadapan dengan opini publiknya yang tentunya mendukung keputusan Erdogan," ujar Smith Al Hadar.
Presiden Turki Tayyip Erdogan menyambut anggota Partai AK dengan meletakkan tangan kanannya ke dada dalam pertemuan parlemen di Ankara, Turki, 4 Maret 2020. Murat Cetinmuhurdar/Kantor Pers Presiden Turki
Ikon Hagia Sophia juga bukan satu-satunya yang disinggung Erdogan. Dalam pidatonya, Erdogan bersumpah akan membebaskan Masjid Al Aqsa. "Hagia Sophia adalah langkah awal untuk pembebasan Al Aqsa," kata Erdogan dan mengaitkannya dengan kebangkitan Islam dari Bukhara di Uzbekistan sampai Andalusia di Spanyol.
"Terdapat kekhawatiran ketika kebijakan ini dikaitkan dengan kampanye Erdogan tentang agenda pembebasan Al Aqsa. Tentu perlu dipikirkan bagaimana pola komunikasi Turki pasca-kebijakan Hagia Sophia ini. Sebab kita mengetahui bahwa Paus di Vatikan dan Uskup Agung Canterbury merupakan pihak yang melakukan perbincangan langsung dan memiliki kesamaan pandangan dengan Erdogan tentang upaya melindungi status Yerusalem sebagai kota tiga agama, merawatnya sebagai warisan UNESCO, dan membentuk aliansi antar-peradaban," kata Arya Sandhiyudha, menambahkan populisme yang dipilih Erdogan dalam kebijakan Hagia Sophia ini tidak boleh menjadi penajam dalam potensi Clash of Civilization.
Sementara Syahroni Rofi'i mengatakan narasi Al Aqsa adalah khas Erdogan. "Dia memiliki sense sebagai pemimpin dunia dan memiliki pandangan global dengan jejak sejarah kebesaran Turki Utsmani," katanya.
"Untuk jangka pendek mungkin narasi Erdogan itu bisa menjadi peringatan bagi Israel yang terlihat agresif menganeksasi Tepi Barat dan wilayah sengketa di Palestina. Namun untuk jangka panjang pasti Turki akan menggunakan pendekatan diplomatik untuk bernegosiasi dengan Israel," papar Syahroni.
Smith Al Hadar mengatakan pidato Erdogan soal membebaskan Al Aqsa sekadar retorika belaka. "Tentu saja pidato Erdogan itu omong kosong. Mana mungkin Turki bisa membebaskan Masjid Al Aqsa. Kalaupun ia punya nuklir seperti Israel, Turki tak akan melakukannya karena merupakan tindakan bunuh diri. Pidato itu tak lain bermaksud mencari dukungan dunia Islam."
Keputusan Erdogan menjadikan Hagia Sophia sebagai masjid dianggap sebagai upaya mengembalikan memori sejarah penaklukan Ottoman. Arya Sandiyudha mengatakan dirinya tidak yakin kebijakan Erdogan terkait Hagia Sophia punya proyeksi terhadap masyarakat Muslim di luar Turki.
Erdogan mau mengambil hati konservatif menggunakan panji Utsmaniyah karena Hagia Sophia adalah ikon kesultanan paling kentara, dengan mengembalikan memori penaklukan Sultan Mehmed atas Konstantinopel pada 1453 dan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid.