Gilbert mengatakan kalangan inilah yang sejak awal kurang disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. "Mereka luput dari perhatian," kata Gilbert melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 7 Juli 2020. Padahal, sejak awal mereka kurang disiplin dalam menggunakan masker dan kurang tertib menjalankan protokol.
Gilbert melihat kalangan kelas bawah kurang menyadari penularan karena lebih mengutamakan bagaimana hidup, bukan kualitas hidup untuk sehat. Angka kematian di kelompok ini berkisar 5 persen, tidak berbeda dengan angka kematian secara nasional.
"Artinya kekebalan dan daya tahan mereka tidak terbukti lebih baik." Menurut dia, mendidik masyarakat kelas bawah haruslah menjadi fokus pencegahan Covid-19 yang dilakukan pemerintah. Langkah itu membutuhkan jangka waktu lama atau persistensi untuk mengubah kebiasaan mereka.
Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (epidemiolog), Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan peningkatan kasus penularan Covid-19 yang semakin tinggi merupakan konsekuensi PSBB transisi yang diberlakukan saat wabah belum terkendali.
Penumpang duduk di dalam angkutan Mikrotrans Jak Lingko di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Jumat 3 Juli 2020. Layanan Mikrotrans Jak Lingko kembali beroperasi sejak 1 Juli 2020 dengan menerapkan standar protokol kesehatan setelah sebelumnya diberhentikan pada 23 Maret 2020 lalu akibat pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Ia menyebut pembatasan sosial yang telah dilakukan pemerintah sia-sia begitu dibuka ke masa transisi hingga 16 Juli 2020. Masyarakat mengartikan membuka pembatasan sosial menuju transisi sebagai normal baru.
Semenjak masa transisi ini, Tri melihat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan menurun terutama dalam penggunaan masker. Penduduk yang berpendidikan rendah menganggap setelah PSBB dibuka mereka dapat beraktvitas agak bebas tanpa menyadari risiko penularan Covid-19 yang masih tinggi.