Kepala BKIPM Jakarta I Soekarno-Hatta Habrin Yake juga membantah dugaan mangkirnya dua perusahaan dari kewajiban membayar PNBP. “Hasil terbit izin ekspor tidak mungkin kalau tidak ada PNBP-nya,” ucapnya.
Tak berhenti di sini, masalah kembali muncul pada ekspor benih lobster kedua, yang sedianya dilakukan 17 Juni lalu, oleh PT Aquatic SSLautan Rejeki, PT Tania Asia Marina, dan PT Royal Samudera Nusantara. Ekspor ini sempat gagal karena pada hari pengiriman hingga pukul 15.30 WIB, kelengkapan dokumen belum juga dimasukkan ke sistem. Keterlambatan penyerahan dokumen terjadi karena sertifikat kesehatan baru diserahkan hari itu pukul 15.00 WIB atau sejak sebelum jadwal terbang. Namun akhirnya, ekspor ini akan terlaksana juga esok, Kamis 9 Juli 2020. PT Aquatic akan mengirimkan 43.894 ekor benih, PT Tania Asia sebanyak 82.200 ekor, dan PT Royal Samudera sebanyak 8.025 ekor benih.
Kepala Direktorat Bea dan Cukai Soekarno-Hatta membenarkan informasi itu. "Saya baru mendapat kabar di sela rapat dari jajaran Bea Cukai kalau ekspor benih lobster digeser ke tanggal 9," ujarnya kepada Tempo, Selasa, 7 Juli 2020.
Dikonfirmasi terkait rencana ekspor benur ini, Manajer Operasional PT Aquatic Bahrean Hartoni tidak menjawab. Sedangkan Direktur Utama Royal Samudera, Rendy Mala Bhuana Putra, menolak memberi komentar. "Kami tidak berwenang menjawab. Silakan ditanyakan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan," katanya.
Di luar kejanggalan pungutan, Majalah Tempo edisi 6 Juli juga menulis sejumlah aktor di balik eksportir itu. Dalam kegiatan pembukaan ekspor benih lobster, KKP dilaporkan telah memberikan izin kepada 30 perusahaan yang terdiri atas 25 perseroan terbatas atau PT, tiga persekutuan komanditer alias CV, dan dua perusahaan berbentuk usaha dagang atau UD. Penelusuran Tempo menemukan 25 perusahaan itu baru dibentuk dalam waktu 2-3 bulan ke belakang berdasarkan akta.
Di samping itu, sejumlah kader partai diduga menjadi aktor di belakang perusahaan-perusahaan ini. Pada PT Royal Samudera Nusantara, misalnya, tercantum nama Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris utama. Bahtiar merupakan Wakil Ketua Umum Tunas Indonesia Raya, underbouw Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra. Tiga eksportir lainnya juga terafiliasi dengan partai yang sama. Ada pula nama Fahri Hamzah, mantan Wakil Ketua DPR, sebagai pemegang saham salah satu perusahaan dan nama lain dari Partai Golkar. Muncul juga nama Buntaran, pegawai negeri sipil (PNS) yang dipecat pada era Menteri Susi Pudjiastuti. Dia terlibat perkara penyelundupan benih dan pencucian uang sehingga divonis 10 tahun penjara.