Untuk itulah, dia melanjutkan, daratan baru di Ancol itu sudah lebih dulu ada dan terpisah dari reklamasi yang akhirnya dibatalkan. Menurut dia, area baru yang terbentuk dari tanah kerukan ini harus diatur pemanfaatannya demi kepentingan publik.
Hal ini yang mendasari Anies mengeluarkan Kepgub 237/2020. Izin pelaksanaan reklamasi Ancol digunakan untuk mengurus hak pengelolaan (HPL) atas lahan yang sudah ada di Ancol timur. Saefullah mengutarakan, pemerintah sedang mengurus pembuatan sertifikat lahan seluas 20 hektare.
"Selama beberapa tahun ini memang sudah terdapat kurang lebih 20 hektar 'tanah timbul' yang ada di Ancol timur. Dihasilkan dari lumpur hasil pengerukan sungai-sungai di Jakarta," jelas dia.
Sejumlah kapal nelayan berada di dekat lokasi perluasan alias reklamasi kawasan Ancol, Jakarta, Rabu, 1 Juli 2020. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengecam terbitnya izin reklamasi untuk PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk seluas 150 hektare untuk perluasan kawasan rekreasi. TEMPO/M Taufan Rengganis
Pro dan kontra atas keputusan ini kemudian muncul. Anggota DPRD dari Fraksi Gerindra, Syarif, mendukung reklamasi Ancol untuk pengembangan kawasan wisata di tempat rekreasi itu. Menurut anggota Komisi D Bidang Pembangunan ini, reklamasi Ancol berbeda dengan janji politik Anies.
"Menurut saya ini bukan reklamasi yang janji politik Gubernur Anies Baswedan. Sebab, konteks reklamasi yang menjadi perbincangan itu yang 17 pulau dan sudah gagal kan," kata Syarif saat dihubungi, Kamis, 2 Juli 2020.
Syarif menuturkan pemerintah mengizinkan reklamasi Ancol atas latar belakang kerja sama DKI saat dipimpin Fauzi Bowo dengan PT Pembangunan Jaya Ancol pada 2009. Saat ini, DKI bekerja sama untuk program dumping site atau pembuangan hasil kerukan dari 13 sungai di Ibu Kota.