TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku jengkel lantaran jajaran menterinya masih bekerja biasa di tengah pandemi Covid-19. Salah satu yang menjadi sorotan bekas Gubernur DKI Jakarta itu adalah belanja kementerian yang masih biasa-biasa saja.
"Saya lihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya. Karena uang beredar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat nanti akan naik," ujar Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar secara tertutup pada 18 Juni 2020. Video rekaman pidato Jokowi ini baru diunggah ke YouTube resmi Sekretariat Presiden kemarin, Ahad, 29 Juni 2020.
Melihat serapan yang belum maksimum itu, Jokowi pun meminta belanja kementerian dipercepat. Bahkan, ia meminta jajarannya mengeluarkan aturan menteri apabila menemui hambatan. Jokowi menyatakan siap mengeluarkan Peraturan Presiden apabila dibutuhkan demi pemulihan ekonomi nasional.
Belanja kementerian yang menjadi sorotan Jokowi antara lain di bidang kesehatan yang dianggarkan Rp 75 triliun. Saat ini, baru 1,53 persen dari alokasi dana tersebut yang sudah disalurkan. Belum lagi dana bantuan sosial yang belum 100 persen disalurkan.
"Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua. Segera itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran sehingga men-trigger ekonomi," tutur Jokowi.
Di bidang ekonomi, Jokowi menyoroti stimulus yang belum tersalurkan kepada dunia usaha, baik industri, pengusaha besar, hingga pengusaha mikro, kecil, dan menengah. Ia mengatakan para pelaku sudah sedang menanti adanya bantuan tersebut.
"Jangan sudah PHK gede-gedean, duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita. Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini extraordinary," kata dia. Saking jengkelnya, ia pun mengatakan bisa melakukan hal-hal luar biasa untuk membereskan masalah itu, mulai dari membubarkan lembaga hingga mengocok ulang kabinet. "Saya sudah kepikiran ke mana-mana."
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penyebab lambatnya realisasi anggaran kesehatan untuk penanganan dampak virus Corona antara lain sistem birokrasi di Indonesia yang menuntut para birokrat untuk tidak sembarangan dalam mengeksekusi anggaran.
"Biasanya yang berniat baik paling khawatir, kalau memang niat maling tetap saja kerja keras, kalau baik sangat hati-hati dan menjadi dilema kami," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 29 Juni 2020.
Dia mengatakan lambatnya proses tersebut menjadi alasan Presiden Joko Widodo atau Jokowi geram. Kegeraman itu, kata dia, adalah untuk meyakinkan jajarannnya berani mengambil sikap tegas dan cepat di tengah masa krisis seperti saat ini.
Saat ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 untuk mengakselerasi belanja negara terkait penanganan pandemi Covid-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ketentuan khusus yang diatur terkait Program PEN adalah pemberian kewenangan pada Menteri Keuangan (Menkeu) untuk melakukan pergeseran rincian belanja negara dan pembiayaan anggaran.