TEMPO.CO, Jakarta - Pajar Suherman menjadi murid tertua di SMK Negeri 24 Jakarta pada penerimaan peserta didik baru atau PPDB DKI 2020.2021. Usianya saat mendaftar PPDB jalur afirmasi sudah mencapai 20 tahun 9 bulan 23 hari sehingga peluangnya diterima lewat jalur zonasi menjadi sangat tinggi.
Pada usia menjelang 21 tahun, Pajar baru mendaftar masuk SMK karena putus sekolah akibat faktor ekonomi. Bukan karena bodoh apalagi dikeluarkan dari sekolah karena nakal. Kehidupan yang seharusnya ia isi di sekolah justru habis untuk bekerja.
Meski sempat putus sekolah, keinginannya untuk kembali menempuh pendidikan tetap tinggi. Cita-citanya hanya ingin masuk SMK perhotelan agar bisa menjadi juru masak untuk membantu orangtua.
"Jadi inilah yang kami yakini ketika memakai seleksi ujian nasional (UN) di jalur afirmasi seperti tahun lalu, orang-orang inilah yang akan terpental," kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana saat rapat dengan Komisi E Bidang kesra DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Juni 2020.
Sejumlah massa melakukan aksi di depan Balai Kota Jakarta, Selasa, 23 Juni 2020. Dalam aksi ini massa menyampaikan penolakan terhadap kebijakan penerapan PPDB jalur zonasi berdasarkan usia. TEMPO/Muhammad Hidayat
Ada juga seorang murid berusia 20 tahun 8 bulan 6 hari yang masuk salah satu SMA Negeri di Kepulauan Seribu. Dia putus sekolah karena tak punya biaya untuk menyeberangi pulau.
Nahdiana menganggap, anak itu belum berprestasi secara akademis. Tapi dia ingin sekolah, mengantongi ijazah, lalu bekerja untuk membantu kondisi keuangan orangtua.
Bagi Pajar dan siswa asal Kepulauan Seribu itu serta semua siswa yang terpaksa putus sekolah karena alasan ekonomi, tahun ini Pemprov DKI Jakarta berupaya menciptakan atmosfer kesetaraan di dunia pendidikan. Stigma sekolah negeri favorit itu ingin dihilangkan dari pemikiran masyarakat. Hal itu dimulai dari pemerataan murid di sekolah, dalam artian mereka berasal dari beragam latar belakang.