Kenaikan harga tiket itu memancing reaksi masyarakat karena diduga terkait erat dengan kondisi pasar penerbangan yang minim persaingan. KPPU pun memulai pengusutan atas inisiatif Komisi pada medio 2019. Komisioner sempat mengundang Menteri BUMN kala itu, Rini Soemarno, namun kehadirannya nihil atau hanya diwakilkan.
Dalam kasus penentuan harga tiket pesawat ini, sebelumnya pemerintah sampai jungkir-balik mendorong maskapai menurunkan harga agar terjangkau oleh daya beli masyarakat. Namun maskapai bergeming dan menyatakan harga baru itu tidak melanggar tarif batas. Tarif baru tiket pesawat juga dikilaim untuk mendukung kelanjutan bisnis karena perusahaan penerbangan tengah kesulitan likuiditas akibat tingginya harga avtur.
Konferensi pers penurunan tarif batas atas tiket pesawat oleh Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan di kantor Kementerian Perhubungan, Kamis, 16 Mei 2019. Jumpa wartawan ini dihadiri oleh Direktur Kelaikudaraan Capt Avirianto, Dirjen Perhubungan Udara Polana B Pramesti, dan Sesditjen Perhubungan Udara Nur Isnin Istiartono. TEMPO/Francisfa Christy Rosana
Pemerintah lalu memberikan pelbagai insentif agar maskapai dapat mengurangi harga pokok produksinya. Kementerian Koordinator bidang Perekonomian pun sampai membuat jadwal harga tiket pesawat murah tiga kali dalam sepekan.
KPPU membutuhkan waktu hampir satu tahun untuk memutuskan perkara ini sejak pertama diusut. Dalam putusannya, KPPU pun menjatuhkan sanksi kepada maskapai untuk memberitahukan secara tertulis setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat.
Sebagai argumen keberatan atas hasil putusan dan sanksi KPPU, Lion Air pun menyitir pelbagai data tarif batas atas tiket pesawat yang diatur oleh Kementerian Perhubungan sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019. Rute Denpasar, Surabaya, misalnya. Harga tarif batas atas untuk rute itu sebesar Rp 638 ribu dengan batas tarif bawah Rp 223 ribu.
Danang mengklaim, dalam menetapkan harga tiket tiap rute, perusahaan menggunakan formulasi penghitungan penggabungan beberapa komponen dengan tetap mengacu pada tarif yang diatur. “Formulasi yang digunakan adalah wajar dan sesuai keterjangkauan kemampuan calon penumpang membayar berdasarkan kategori layanan maskapai,” tuturnya.
Komponen itu terdiri atas tarif angkutan udara (sesuai koridor tarif batas atas dan bawah), pajak pemerintah sebesar 10 persen, iuran wajib asuransi Jasa Raharja, dan pajak bandara. Maskapai, kata dia, juga memasukkan komponen biaya tuslah jika jika ada beban tambahan.