Menurut Sambodo, masih ada pesepeda yang kerap berkendara di tengah jalan dan menyelip di antara kendaraan bermotor sehingga membahayakan dirinya serta pengguna kendaraan lain.
Dalam penerapan tilang itu, jika ada pesepeda yang terlibat kecelakaan di jalur biasa, pengendara sepeda dapat dinyatakan bersalah dan dipidanakan. Akan tetapi, jika pesepeda terlibat kecelakaan dengan kendaraan bermotor di jalur khusus sepeda, maka pihak yang pasti bersalah adalah pengendara bermotor.
"Ini mohon jadi perhatian teman-teman komunitas sepeda, betul-betul memanfaatkan jalur sepeda yang kami siapkan," ujar Sambodo.
Warga bersepeda pada masa pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di Bundaran HI, Jakarta, Ahad, 14 April 2020. Sebelumnya Dinas Perhubungan DKI kembali membuka jalur sepeda sebagai pengganti CFD yang ditiadakan sejak Maret lalu. TEMPO/Muhammad Hidayat
Menanggapi aturan tilang sepeda ini, Ketua Komunitas Bike to Work Poetoet Soedarjanto mengatakan tak keberatan. Menurut dia, anggota komunitas sepeda merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang harus patuh terhadap Undang-Undang.
Akan tetapi, persetujuan atas aturan itu juga disertai protes terhadap minimnya pemenuhan hak pesepeda di Jakarta.
"Pemerintah sudah menyelesaikan kewajibannya. Berapa persen dari UU LLAJ untuk sepeda itu? Ga ada loh, kami selama ini ga diperhatikan," ujar Poetoet saat dihubungi Tempo, Jumat, 19 Juni 2020.
Kebijakan Ditlantas Polda Metro Jaya yang juga diprotesnya adalah pembatasan jam operasional pop up bike lane atau jalur sepeda darurat dari tali dan traffic cone.
Menurut Poetoet, jalur sepeda darurat itu seharusnya diprioritaskan karena jumlah pesepeda yang saat ini semakin melonjak dan membutuhkan keselamatan berkendara.