Berdasarkan analisa perseroan, Zulkifli menyebut, penggantian unit berusia di atas 15 tahun lebih efisien dibandingkan dengan tera ulang terhadap kWh meter. Di mana semua meter sebelum dipasang 100 persen peneraan dilakukan oleh badan metrologi dan diberikan segel, kemudian diberikan tes akurasi sebelum serah terima ke unit-unit sesuai SPLN.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Sahril menuturkan pengadaan smart meter tak hanya soal penggantian alat. "Perlu dibangun infrastrukturnya mulai dari kesiapan jaringan telekomunikasinya, transfer data, data base, hingga kemampuan analisis big data," ujarnya kepada Tempo.
Infrastruktur tersebut penting lantaran smart meter bukan sekedar alat ukur penggunaan listrik. Bob menyatakan smart meter mampu mendeteksi kondisi di lapangan. Perusahaan dapat menganalisis pola konsumsi hingga potensi gangguan listrik dari data yang dihimpun smart meter. Alat tersebut bahkan dapat mendeteksi pencurian listrik.
Data itu, menurut Bob, membutuhkan tempat penyimpanan yang besar. Pasalnya perusahaan harus merekam data dengan interval tertentu. "Dengan 75,7 juta pelanggan, berapa besar data base yang diperlukan dan seberapa cepat kemampuan jaringan untuk memprosesnya itu harus kami pelajari terlebih dahulu," kata dia. Selain itu, perlu ada dukungan dari industri terkait seperti salah satunya perusahaan telekomunikasi.
Senior Executive Vice President Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PLN Yuddy Setyo Wicaksono memperkirakan guna mengganti kWh meter yang mencapai 79 juta unit butuh waktu sekitar 7 tahun. Hal itu dirasa lebih efisien dibandingkan dengan melakukan tera yang menurut perseroan membutuhkan cost yang lebih besar.
Untuk penggantian meter PLN akan lakukan secara bertahap. "Kita kejar untuk penggantian meter-meter tersebut karena dari perhitungan kami mengganti meter baru itu lebih efisien daripada melakukan tera ulang. Ini menjadi program, kami sudah kami siapkan untuk itu," ucapnya.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir telah menyatakan dukungannya kepada PLN untuk mengembangkan smart meter. Pekan lalu dia meninjau usulan belanja modal perseroan yang mencapai Rp 100 triliun dan memangkasnya sekitar 40 persen. Dia ingin perusahaan mengedepankan efisiensi dan memfokuskan belanja modal untuk inovasi layanan. "Misalnya dengan smart meter, smart distribution, hingga smart procurement," kata Erick.