Sedangkan untuk sanksi bagi Angkasa Pura II, Alvin menilai hukuman berupa surat teguran sudah cukup memukul perseroan. Sebab, perusahaan yang mengelola bandara terbesar di Indonesia itu juga telah menerima sanksi sosial dari masyarakat.
Menanggapi pernyataan Alvin Lie,, Staf Ahli Bidang Hukum Kementerian Perhubungan Umar Aris menjelaskan jenis sanksi bagi dua operator penerbangan ditetapkan oleh aparatur penegak hukum di lapangan. "Karena ini merupakan diskresi aparat. Penerapannya sesuai dengan tingkat pelanggaran," tutur Umar kepada Tempo.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menerangkan, sanksi terhadap Batik Air dan Angkasa Pura II bukan merupakan ganjaran terberat. "Sanksi terberat adalah pencabutan izin beroperasi bukan hanya pencabutan izin rute," tuturnya.
Pemberian sanksi kepada maskapai merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020. Sedangkan pengenaan sanksi untuk pengelola bandara mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 78 Tahun 2017.
Berdasarkan beleid itu, pemberian sanksi peringatan harus melalui tahapan-tahapan. Di antaranya tahap pemberian SP 1, SP 2, dan SP 3 sebelum terjadi pembekuan sampai pencabutan izin usaha.
Berkaca pada masalah ini, Adita mewanti-wanti operator untuk mematuhi aturan regulator. Dia memastikan bakal menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan transportasi udara.
“Kami harap seluruh stakeholder penerbangan nasional dapat mematuhi aturan dan regulasi yang berlaku, terlebih lagi kita tengah menghadapi wabah yang terus memakan korban jiwa," ucapnya.
Manajemen Lion Air Group mengakui bahwa sejumlah penerbangan Batik Air pernah membawa penumpang dengan kapasitas lebih dari 50 persen di masa pandemi corona. Pengakuan itu diungkapkan oleh Vice Corporate Communications Strategic of Lion Air Danang Mandala dalam sebuah keterangan tertulis.
"Jumlah penumpang di penerbangan tertentu lebih dari 50 persen karena adanya reschedule dan kebutuhan mendesak serta perjalanan grup dari keluarga atau rombongan yang menginginkan (diangkut) dalam satu penerbangan dengan duduk berdekatan atau satu baris," kata Danang.
Namun, Danang mengklaim rata-rata penerbangan Batik Air yang diangkut sejak 14 Mei lalu sudah kurang dari atau mencapai 50 persen. Misalnya untuk penerbangan dari Soekarno-Hatta-Balikpapan-Tarakan yang menerbangkan tiga tamu bisnis dan 86 tamu kelas ekonomi. Kemudian, penerbangan Soekarno-Hatta-Palembang yang menerbangkan 37 tamu kelas ekonomi.
Ia pun berdalih seluruh penumpang Batik Air telah sesuai dengan kriteria penumpang khusus yang diatur pemerintah. Penumpang pun diklaim sudah melengkapi dokumen-dokumen yang wajib dilampirkan.
Meski telah mendengar maskapainya dijatuhi sanksi oleh Kementerian Perhubungan, Danang mengakui manajemen belum menerima surat resmi. "Sehubungan dengan hal tersebut, sejak semalam hingga pagi ini, kami belum menerima evidence (bentuk tertulis) yang dapat kami pelajari lebih lanjut," tuturnya.
Danang memastikan perusahaan akan mematuhi keputusan regulator terkait masalah tersebut. Mendatang, dia juga meyakinkan bawa maskapai bakal menjalankan ketentuan penerbangan sesuai yang telah diatur oleh Kementerian.
"Kami tentu akan menjalankan rekomendasi," ucapnya.
Adapun manajemen Angkasa Pura II belum berkenan membuka suara terkait pemberian sanksi berupa surat peringatan yang dijatuhkan oleh Kementerian Perhubungan. Menanggapi masalah itu, President Director Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin hanya memastikan bahwa perseroan menyiapkan suatu sistem agar pemeriksaan dokumen penumpang dapat dilakukan secara digital. Hal ini untuk mengantisipasi adanya antrean yang membludak di terminal bandara.
“Ke depannya seluruh dokumen yang dipersyaratkan bisa diunggah ke aplikasi Indonesia Airports. Setelah mengunggah dokumen, penumpang akan mendapat QR Code,” tuturnya.
Awaluddin mengimbuhkan, prosedur keberangkatan penumpang pesawat ini pun kemungkinan besar menjadi skenario "new normal" atau normal baru bagi industri penerbangan di tengah pandemi global virus corona.
Menurut dia, keseluruhan protokol normal baru akan disampaikan kepada Kementerian BUMN pada 25 Mei 2020. Penerapan protokol juga berlandaskan pada keputusan pemerintah dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.