"Yang tidak berkurang cuma pajak rokok, tapi yang lain-lainnya secara umum berkurang," kata Suhaimi saat dihubungi, Selasa, 5 Mei 2020, soal dampak pandemi Corona.
"Tapi prediksi ini masih sangat bisa jadi berubah lagi melihat kondisi Covid-19. Artinya, kalau kondisinya semakin tinggi otomatis kondisinya semakin rumit kan. Tapi kalau menurun, ya berarti bisa naik lagi APBD-nya," jelas Suhaimi.
Pada Kamis pekan lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020 mengalami penurunan hingga separuh lebih akibat dari pandemi Corona.
Anies mengatakan dari total APBD DKI tahun ini senilai Rp 87,9 triliun diprediksi akan mengalami penurunan hingga 53 persen. "Kita mengalami kontraksi hingga hampir 53 persen berkurang," ujarnya dalam Musrembang via telekonferensi, Kamis 23 April 2020.
Pengendara motor melintas di depan mural tentang petugas medis yang menangani pandemi virus corona atau COVID-19 di Jalan Raya Jakarta-Bogor, Depok, Jawa Barat, Selasa, 14 April 2020. Mural tersebut ditujukan sebagai bentuk dukungan kepada tenaga medis yang menjadi garda terdepan dalam menghadapi COVID-19 di Indonesia. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Gubernur mengatakan perhitungan nilai APBD DKI saat ini sebesar 43 persen. Hal tersebut disebabkan oleh pendapatan pajak sebagai sumber pendapatan DKI paling besar mengalami penurunan.
Anies menyebutkan banyak kegiatan perekonomian yang terhenti selama pandemi Corona, sehingga pajak yang dibayarkan pun turut berkurang. "Ketika kegiatan ekonomi turun maka pajak yang dibayarkan turun maka pendapatan DKI juga turun," ujarnya.
Belakangan, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan menyoroti masih ada pengeluaran selama Januari-Mei 2020 yang tidak efektif dalam APBD DKI.
"Misalnya, belanja barang atau jasanya masih tinggi Rp 4,55 triliun sedang belanja modalnya Rp 268 miliar. Belanja-belanja ini yang seharusnya direalokasi dan refocussing," kata Misbah saat dihubungi, Jumat, 8 Mei 2020.
Salah satu belanja ini untuk mendanai uang komitmen atau commitment fee sebagai tuan rumah penyelenggaraan Formula E. Misbah menganggap, seharusnya DKI menarik dan merealokasi anggaran Formula E.
Sebab, tutur dia, ajang balap mobil listrik internasional itu tak lagi relevan dihelat di Ibu Kota mengingat ada kebijakan jaga jarak fisik (physical distancing). Warga juga diimbau menghindari kerumunan. "Jadi menurut saya ditarik aja dananya dan dialokasikan untuk BLT (bantuan langsung tunai) warga DKI," ujar dia.
Maka itu, dia melanjutkan, DKI perlu memprioritaskan anggaran apalagi pendapatan daerah baru Rp 10,26 triliun hingga 8 Mei. Menurut Misbah, pemasukan ini hanya 10,02 persen dari target pendapatan DKI yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.
Pemerintah DKI memprediksikan pendapatan bakal merosot 53,65 persen dari target Rp 87,95 triliun menjadi Rp 47,18 triliun. Penurunan ini akibat wabah corona yang melanda Indonesia, khususnya Jakarta.
Sementara itu, pasien Covid-19 terus ada setiap harinya meski angkanya fluktuatif.
Kasus pasien positif terinfeksi virus corona di Jakarta pada 9 Mei 2020 bertambah 57 orang. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti menyebut per hari ini 4.958 orang dinyatakan positif Covid-19. Sementara 767 orang sembuh dan 437 meninggal.
"2.312 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit. Sedangkan, 1.442 orang melakukan self isolation di rumah," kata Widyastuti dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 9 Mei 2020.
Data per 8 Mei menunjukkan, pasien positif sebanyak 4.901 orang. Dalam rentang sehari, pasien yang sembuh bertambah empat dari 763 menjadi 767.
Begitu juga dengan angka kematian di Ibu Kota akibat terpapar virus asal Wuhan, Cina ini. Kemarin pasien yang meninggal 431 orang. Jumlahnya bertambah enam orang hari ini.
Widyastuti menambahkan, orang tanpa gejala (OTG) Covid-19 mencapai 1.750 orang. Selanjutnya, 7.799 orang berstatus orang dalam pemantauan (ODP) dan 6.355 pasien dalam pengawasan (PDP).
LANI DIANA | TAUFIQ SIDDIQ