TEMPO.CO, Jakarta - Efek wabah corona yang baru terindikasi masuk ke Indonesia awal Maret lalu menimbulkan dampak sangat besar. Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengatakan pertumbuhan ekonomi langsung ambles dari 5,07 persen menjadi 2,97 persen di kuartal I 2020 ini.
Dari sisi produksi, katanya, delapan dari sembilan industri mengalami kontraksi dan pertumbuhan negatif. Dia mengatakan, hanya industri angkutan saja yang bisa tumbuh positif dari minus 6 persen, menjadi positif 4 persen. "Angka dan komposisinya pasti berubah karena terjadi PHK, di Maret-April, Big Data kami mencatat iklan lowongan kerja sudah turun drastis,” katanya, Selasa 5 Maret 2020.
Dia mengatakan menjaga daya beli menjadi suatu yang penting agar pemerintah bisa menjaga pertumbuhan ekonominya tetap stabil. Dia mencatat, dengan porsi kontribusi yang besar, pemerintah memang perlu memastikan pasokan dan akses bahan pangan. “Mengandalkan investasi, ekspor, dan impor sangat sulit di situasi seperti ini,” kata Suhariyanto.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui adanya pemutusan hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan baik permanen ataupun sementara hingga 2 juta orang. Dia mengatakan angka tersebut secara otomatis bakal melebar jika pandemi corona tak kunjung selesai. Di tengah wabah corona, pemerintah sendiri memiliki dua skenario pertumbuhan ekonomi.
Dalam skenario buruk, pertumbuhan ekonomi ditaksir ada di kisaran 2,3 persen hingga akhir tahun. Adapun skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi bisa jebol hingga negatif 0,4 persen.
Karena wabah corona, pemerintah legawa jika pertumbuhan ekonomi tak bisa dipertahankan di atas lima persen. Karena tidak mungkin lagi mengharapkan adanya asupan pertumbuhan ekonomi dari investasi dan infrastruktur, pemerintah hanya bisa menjaga daya beli masyarakat dengan berbagai program jaring pengaman sosial yang saat ini jadi fokus utama belanja negara.