Oleh karena itu Ahmad mempertanyakan assessment terhadap ribuan pelatihan pada program Kartu Prakerja. Sampai saat ini, ada 2.000 jenis pelatihan yang disediakan oleh 233 lembaga pelatihan, yang dikurasi oleh delapan platform digital.
Ia tak yakin tim bentukan Project Management Office (PMO) Kartu Prakerja memverifikasi satu per satu pelatihan tersebut. “Sampai-sampai, cara menghilangkan stres juga muncul sebagai pelatihan,” kata Ahmad.
Sebagai contoh, satu dari enam kelas pelatihan tentang “Teknik Mengelola Stres Agar Kerja Tetap Produktif” dijual dengan harga Rp 200 ribu. Kelas ini dilatih oleh Dinda Saraswati, trainer Skill Academy, yang juga merupakan bagian dari Ruangguru. Total ada 11 video yang dibagikan dalam kelas mengelola stres ini dengan durasi 1 jam 31 menit.
Namun begitu, ada juga komentar positif dari peserta yang mengambil kelas pelatihan ini. Kebanyakan memberi penilaian yang maksimal dengan bintang lima dan komentar positif. “Sangat membantu. Meskipun agak susah menghafal istilah-istilah stres, intinya saya bisa mencoba tips-tips yang diberikan,” kata salah satu peserta bernama Epan Nasruloh di laman resmi Skill Academy Ruangguru.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana (PMO) Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan senang dengan situasi saat ini. Pertama jumlah pendaftar mencapai 8,6 juta. “Saya terus terang berbesar hati karena ini jumlahnya luar biasa, artinya program ini diketahui,” kata dia.
Kedua, para pendaftar tidak hanya berasal dari kota besar, tapi juga daerah-daerah yang jauh dan pedalaman di Papua, Maluku Utara, hingga Nias, Sumatera Utara. “Saya yakin kalau kami optimis, ini bisa menyentuh banyak sekali masyarakat Indonesia,” kata Denni.
Terkait standar pelatihan yang digunakan, Denni mengatakan sebelum program ini meluncur, berbagai audiensi telah dilakukan bersama pengusaha. Lalu sebenarnya, kata dia, program ini tidak hanya bertujuan untuk mencetak pekerja terampil, namun juga pengusaha. “Jadi tidak semua tujuannya jadi karyawan,” kata dia.
Tempo pun menanyakan kepada Denni mengenai assessment setelah pelatihan ini berakhir nantinya. Tak hanya itu, berapa banyak pegawai yang kini di-PHK yang ditargetkan akan kembali bekerja, maupun yang kemudian menjadi pengusaha juga dipertanyakan.
Namun Denni tidak menjawab langsung mengenai target ini sebab, proses pelatihan ini masih berjalan. Ia hanya memastikan, peserta akan dimintai evaluasi di setiap akhir pelatihan. Lalu, evaluasi juga akan dilakukan bagi paket pelatihan atau penyedia jasa yang mendapat banyak keluhan dari peserta.
Adapun mengenai jaminan kerja, Denni kembali menegaskan sikap pemerintah selama ini. Bahwa, Kartu Prakerja tidak memberikan jaminan seorang peserta akan mendapat pekerjaan setelah lulus dan menerima sertifikat. Bagi Denni, yang bisa menjamin hal tersebut adalah diri peserta sendiri dan HRD (Human Resource Department) di perusahaan. “Sehingga, ekspektasi di awal (program) memang tidak over promise. Kalau over, nanti akan memukul kredibilitas dari program ini sendiri."