Jumlah peserta terpilih ini hanya segelintir dari dari 8,6 juta peserta yang sudah mendaftar. Tapi di tengah gegap gempita program ini, berbagai kritikan terus datang.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan program pelatihan bagi pekerja ini sebenarnya memiliki tujuan yang baik dalam kondisi normal. Namun masalahnya, program ini tidak tepat karena saat ini banyak sekali masyarakat terdampak Covid-19 yang belum mendapatkan bantuan. “Itu yang menggugah hati kita,” kata dia.
Akibatnya, tak sedikit dari mereka yang terdampak akhirnya tak sanggup membayar biaya hidup, seperti kontrakan rumah dan cicilan lainnya. Menurut Piter, program Kartu Prakerja baru bisa efektif, jika sedari awal pemerintah telah jor-joran memberikan bantuan sosial secara merata kepada rakyat terdampak.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mempertanyakan efektivitas program ini kepada masyarakat terdampak Covid-19. Pertama, Ahmad menilai Kartu Prakerja ini tidak efektif jika disebut sebagai program semi bantuan sosial seperti pernyataan pemerintah selama ini. “Karena ini tidak punya basis data,” ucapnya.
Kedua, Ahmad mempertanyakan bagaimana efektifitas dari program pelatihan berbasis online ini, ketika tidak semua daerah mendapatkan akses Internet yang sama. Ketiga, Ahmad pun mengkritik kebijakan pemerintah yang memiliki menyediakan program sebanyak-banyaknya, lalu membiarkan masyarakat memilih. “Ini asumsi yang keliru. Kita kan punya sektor prioritas dalam industri 4.0, kok asumsinya jadi sesederhana ini?” ujar Ahmad.
Terkait masalah Internet tersebut, pengusaha bus asal Sumatera Barat, Angga Vircansa Chairul punya cerita. Akibat Covid-19 ini, Direktur PO NPM itu mengatakan para sopir di perusahaannya harus dirumahkan sementara waktu. Program Kartu Prakerja yang kemudian hadir diharapkan bisa membantu para supir tersebut.
Lalu masalah muncul. Bukan karena terbatasnya akses Internet, tapi pada kemampuan sopir dalam menggunakan Internet. Sebab, tidak semua dari para supir memiliki kemampuan yang cukup untuk mengoperasikan Internet.
Terlebih, sebagian hanya lulusan SD dan SMP. “Mereka cuma tahunya Internet untuk WhatsApp,” kata Angga dalam diskusi bersama Institut Studi Transportasi (Instran) pada 26 April 2020.
Lebih jauh Ahmad juga mempersoalkan salah satu materi pelatihan di platform digital Ruangguru. Salah satu paket yang tersedia yaitu Paket Pelatihan Ojek Online (1 hari selesai) dengan enam kelas. Harga paket ini sebesar Rp 1 juta.