Salah satunya dirasakan oleh pelaku UMKM di bidang konveksi, termasuk produsen masker yang membutuhkan bahan baku untuk produksi. Sehingga, stimulus KUR ini juga akan diarahkan untuk pembiayaan pembelian bahan baku ini. “Kami sudah kasih datanya ke perbankan, namun memang ini perlu sosialisasi yang lebih masif lagi,” kata dia.
Sepanjang Maret 2020, relaksasi KUR ini pun sudah berjalan. Salah satu bank milik pemerintah yang memang memiliki segmen usaha kredit mikro, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) atau BRI telah memberikan relaksasi kredit bagi 134 debitur terdampak corona. Dari angka itu, 80 persen atau sekitar 110 ribu merupakan debitur dengan segmen mikro.
“Relaksasi pinjaman tersebut menjadi komitmen BRI untuk terus mendorong pemberdayaan UMKM di tengah pandemi dan juga sebagai dukungan atas kebijakan countercyclical pemerintah,” kata Sekretaris Perusahaan BRI Amam Sukriyanto dalam keterangan resminya.
Amam menjelaskan, salah satu debitur yang mendapatkan relaksasi kredit adalah Khairiri, seorang pedagang kue bolu susu khas Bandung di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pria asal Demak, Jawa Tengah ini merupakan debitur kredit mikro BRI. Sejak adanya corona, pendapatan usaha Khairiri turun hingga 70 persen.
Khairiri pun, kata Amam, berkonsultasi dengan Relationship Manager (RM) BRI. Sehingga akhirnya, Khairiri mendapatkan restrukturisasi kredit, dengan keringanan selama enam bulan. Sehingga dalam jangka waktu tersebut, Ia cukup hanya membayar bunga pinjaman saja, tanpa harus menyetor angsuran pokok.
Meski demikian, Gati tetap menyadari tidak semua usaha kini bisa tetap beroperasi. Sebagian bahkan harus tutup. Itu sebabnya, kata Gati, pihaknya pun kini mengusulkan ada stimulus baru selain KUR. Bentuknya yaitu soft loan atau pinjaman tanpa bunga.
Nantinya, selain untuk pembelian bahan baku dan restrukturisasi usaha, pinjaman tanpa bunga ini juga bisa digunakan untuk membayar THR pegawai UMKM yang terpaksa dirumahkan sementara. “Karena ini THR sudah di depan mata,” kata Gati.
Sehingga, kata Gati, kini pihaknya pun sedang memastikan agar data penerima soft loan ini bisa akurat by name by address. Kementerian juga sedang memastikan berapa pegawai di usaha UMKM yang dirumahkan, apakah semua atau sebagian. Data ini akan digunakan untuk pemberian soft loan tersebut nantinya.
Selain stimulus KUR, pemerintah juga telah memperluas cakupan industri yang mendapatkan stimulus perpajakan. Dari semula hanya untuk industri manufaktur, kini stimulus akan diberikan kepada 11 sektor usaha dengan nilai anggaran sebesar Rp 52 triliun.
Terakhir ada anggaran sebesar Rp 12 triliun yang disiapkan untuk perluasan pembebasan bea masuk. Sehingga, total anggaran untuk dunia usaha yang disiapkan dalam stimulus paket ketiga mencapai Rp 70,1 triliun. Jumlah ini belum termasuk anggaran Rp 150 triliun yang disiapkan untuk pembiayaan pemulihan ekonomi pasca corona.
"Kemarin Pak Menko Ekonomi bersama kami memutuskan akan ada tambahan insentif pajak ke 11 sektor lain di luar manufaktur," ujar Sri Mulyani dalam siaran video, Selasa, 14 April 2020. Tak menyebut rinci sektor baru yang akan dicakup, ia mengatakan beberapa di antaranya adalah sektor transportasi, perhotelan dan perdagangan.
Adapun insentif yang diberikan berupa pembebasan pajak penghasilan Pasal 21, percepatan restitusi pajak pertambahan nilai, serta mengurangi angsuran Pajak Penghasilan Korporasi Pasal 25 sampai dengan 30 persen. Sri Mulyani berharap kebijakan tersebut bisa menambah daya tahan perseroan di sebelas sektor yang dianggap mendapat dampak negatif Corona.
Tempo mencoba mengkonfirmasi daftar 11 sektor ini kepada Kementerian Keuangan. Akan tetapi, juru bicara Kemenkeu Rahayu Puspasari mengatakan penetapan sektor ini masih dalam proses. “Mohon menunggu sampai terbit PMK (Peraturan Menteri Keuangan),” kata dia.
Berbagai stimulus kredit dan perpajakan boleh saja digelontorkan pemerintah untuk menopang para pelaku UMKM di tengah pandemi. Namun bagi Ketua Akumindo Ikhsan Ingratubun, berbagai kedua stimulus ini belum menyasar apa yang paling dibutuhkan oleh pelaku UMKM.
Ikhsan mengatakan, ada lima pos pengeluaran yang dimiliki oleh pelaku UMKM, yaitu modal kerja, gaji karyawan, listrik, maintenance, dan biaya kredit kendaraan untuk usaha dan karyawannya. Menurut Ikhsan, pemerintah seharus menggunakan kelima faktor ini dalam menentukan stimulus yang diberikan.
Memang ada diskon listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) bagi pelanggan 450 VA dan 900 VA. Padahal, kata Ikhsan, para pelaku usaha mikro menggunakan listrik di rentang 900 VA dan 1.300 VA. Walhasil, pelaku UMKM hanya bisa gigit jari.
Ikhsan mengkritik keras kebijakan ini. Sebab, tak sedikit dari pelaku usaha mikro ini yang terkena dampak akibat corona. Tapi, tagihan listrik tetap jalan terus seperti normal. “Jadi yang paling dekat, berikan diskon pembayaran listrik ini bagi usaha mikro,” kata dia.
Tak hanya listrik, Ikhsan pun menyebut sampai sekarang belum ada pengelola pasar yang memberikan diskon sewa toko bagi pelaku UMKM. Lalu untuk kredit kendaraan, pemerintah sebenarnya telah memberikan relaksasi lewat Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020. “Tapi kenyataannya, Industri Keuangan Non-Bank tidak tunduk, mereka kerja seperti biasa,” ujar Ikhsan.
Dengan berbagai persoalan ini, Ikhsan pun menyarankan agar pemerintah bisa menerbitkan stimulus berdasarkan fakta yang ada di lapangan agar bisa tepat sasaran. Berbagai proyek infrastruktur yang tidak mendesak pun, kata dia, bisa dihentikan sementara untuk dialihkan demi membantu masyarakat yang terdampak ini. “Negara harus berhenti memikirkan keuntungan,” kata dia.