Jika seorang pelanggan mendapat tagihan listrik Rp 250 ribu, maka pemerintah akan menanggung sebanyak Rp 125 ribu. Menurut Rida, angka diskon Rp 30 sampai Rp 40 ribu yang sempat muncul hanya ilustrasi Sebab, saat ini tagihan listrik pelanggan 900 VA dan 450 VA per bulannya pada 2019, rata-rata Rp 60 ribu dan Rp 40 ribu.
Meski demikian, Etha berharap tagihan untuk pelanggan 900 VA seperti dirinya, bisa ikut digratiskan seperti pelanggan 450 VA. Sebab, saat ini Ia juga harus dihadapkan dengan biaya keperluan rumah tangga yang naik. Padahal, Ia juga harus membeli lebih banyak stok keperluan di tengah virus Corona ini. “Takut kehabisan atau pada tutup, gak tau mau beli di mana,” kata dia.
Sementara itu, Nurul merasa terbantu dengan adanya pemberian potongan biaya tagihan sampai 50 persen ini, dari April, Mei, hingga Juni ini. “Mudah-mudahan terealisasikan,” kata dia.
Lain lagi cerita Sugeng, warga Pacitan, Jawa Timur yang mengeluarkan uang sekitar Rp 150 ribu untuk tagihan listrik per bulannya. Ia sangat berharap diskon yang diberikan bisa lebih dari 50 persen dan berlaku lebih dari tiga bulan, seperti yang disebutkan oleh Sri Mulyani. “Kalau bisa sampai musibah ini berakhir dan normal lagi,” kata Sugeng.
Lebih luas, pemerintah sebenarnya menyiapkan enam paket kebijakan jaring pengaman sosial untuk menghadapi virus Corona ini. Potongan tagihan listrik hanyalah satu di antaranya. Dalam konferensi pers, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merinci enam paket kebijakan lainnya. Beberapa paket kebijakan berbentuk seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Menteri Keuangan Sri Mulyani didampingi (ki-ka) Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Gubernur BI Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah memberikan keterangan pers terkait Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa, 29 Januari 2019. Berdasarkan hasil pemantauan terhadap perkembangan perekonomian, moneter, fiskal, pasar keuangan, lembaga jasa keuangan dan penjaminan simpanan, Stabilitas Sistem Keuangan triwulan IV 2018 dinyatakan dalam kondisi normal dan terjaga di tengah meningkatnya tekanan global. TEMPO/Tony Hartawan
Pertama, penambahan penyaluran bantuan lewat Program Keluarga Harapan (PKH). Pemerintah sebenarnya sudah membayarkan PKH untuk Triwulan II ini pada Maret 2020. Namun demikian, pemerintah akan kembali memberi PKH untuk April, Mei, dan Juni 2020. Sehingga, penerima akan mendapatkan dua kali dana PKH. Selanjutnya, PKH juga akan disalurkan setiap bulan dan naik 25 persen.
Kedua, pemerintah menambah jumlah keluarga penerima Kartu Sembako. Dari semula Rp 150 juta keluarga, menjadi Rp 200 juta. Dari semula Rp 150 ribu per keluarga, menjadi Rp 200 ribu. Ketiga, pemerintah melipatgandakan alokasi anggaran untuk Kartu Pra Kerja, dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Jumlah yang dilatih pun naik dari 2 juta, menjadi 5,6 juta.
Keempat, pemerintah memberi subsidi selisih bunga untuk 175 ribu unit. Dengan 5 persen bunga konsumen dan 6,7 persen subsidi bank pelaksana. Subsidi juga diberikan untuk uang muka sebesar Rp 4 juta per unit untuk 175 ribu unit lainnya. Kelima, program sosial lainnya yang masih akan didiskusikan oleh unit terkait.
Namun, keenam paket kebijakan ini tak luput dari kritik. Di tengah penambahan alokasi penerima bantuan jaring pengaman sosial ini, sejumlah pihak sempat mengkhawatirkan penyalurannya dan tujuannya yang tidak tepat sasaran.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI misalnya, menilai kebijakan pemerintah yang menggratiskan tagihan listrik 450 VA dan memberi diskon 50 persen untuk 900 VA salah sasaran. YLKI menilai seharusnya pemerintah memprioritaskan konsumen yang tinggal di perkotaan, sebab mereka adalah kelompok yang paling terdampak virus Corona.