TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sudah mengumumkan 19 kasus positif virus corona di Indonesia. Adapun kasus 1,2,3,4, dan 5 saling berkaitan. Semua berawal dari lolosnya warga negara Jepang yang positif Covid-19 masuk ke Indonesia, lalu menularkan virus ke pasien kasus 1 lewat lantai dansa di Jakarta. Selanjutnya, kasus 1 menularkan ke kasus 2. Dari dua kasus pertama ini, dilakukan contact tracing dan ditemukan kasus 3, 4, dan 5.
Sementara untuk kasus 6, merupakan Anak Buah Kapal (ABK) Diamond Prinscess. Pasien tersebut diduga tertular virus corona di Jepang, saat ia bekerja sebagai kru kapal Diamond Princess. Ada juga kasus positif corona yang merupakan imported case alias kasus terinfeksid ari luar negeri.
Pemerintah tidak lagi santai dan meminta masyarakat berdoa untuk mengantisipasi masuknya virus corona. Kini, sejumlah protokol kesehatan diberlakukan. Di bandara dan sejumlah tempat perlintasan, pemeriksaan diperketat. Jika awalnya hanya dilakukan pengecekan suhu badan, kini pemerintah mengeluarkan kartu kewaspadaan kesehatan yang diberikan di bandar udara dan pelabuhan.
"Second wave menyebabkan standar yang selama ini kita pakai tidak lagi cukup efektif. Thermal scanner mengukur orang yang panas. Lha ini yang second wave banyak orang yang enggak panas. Lewat jadinya," ujar Juru bicara penanganan wabah virus Corona, Achmad Yurianto seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi pekan ini.
Second wave adalah gelombang kedua dan berbeda dengan saat pertama kali penyebaran itu muncul di Wuhan, Cina. Saat gelombang pertama, penyebaran virus corona terjadi dalam masa inkubasi 2-14 hari. Penderita mengalami gejala demam, batuk, dan sesak. Sedangkan pada gelombang kedua, gejala awal seperti peningkatan suhu tubuh kerap tak terpantau. “Ini yang ke mana-mana lolos dari pemeriksaan suhu tubuh," ujar Yurianto.
Kendati demikian, temuan Tempo menunjukkan pemerintah masih belum siap mengantisipasi masuknya virus corona ini. Tempo, yang tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta pada 21 Februari lalu setelah terbang menggunakan Qatar Airways dari Belanda, melihat petugas bandara masih kebingungan membagikan kartu kewaspadaan kesehatan. Bahkan ada penumpang, yang duduk di samping Tempo saat di pesawat, tidak mengisi kartu kewaspadaan kesehatan dan langsung melenggang ke luar bandara. Hingga Sabtu, 7 Maret lalu, 128 orang di Belanda positif terkena corona dan satu orang meninggal.
Juga, saat wartawan Tempo Philipus Parera kembali dari Jepang pada 29 Februari lalu, tidak ada pemeriksaan lebih lanjut setelah kartu kewaspadaan diserahkan ke petugas. Selama dua pekan, Philipus berkunjung ke empat kota di Jepang, yaitu Tokyo, Kobe, Osaka, dan Kyoto. Di Jepang, sudah ada lebih dari 420 kasus corona.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto juga mengakui bahwa warga negara Jepang yang membawa masuk virus corona, tidak terdeksi Covid-19 ketika keluar masuk bandara. "Pas dia masuk, kebetulan tidak panas. Ya, dengan ilmu apapun ndak bisa (terdeteksi)," ujar Terawan di Istana Negara, Jakarta pada Senin, 2 Maret 2020.
Belum selesai kasus klaster Jakarta yang tertular dari warga negara Jepang, ada kasus baru lagi seorang warga negara Malaysia diketahui positif Covid-19 setelah pulang dari kunjungan ke Jakarta dan Bogor.
Kementerian Kesehatan mengaku sudah berkoordinasi dengan pemerintah Malaysia terkait hal itu. Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto mengklaim, data perjalanan warga negara Malaysia itu sudah dikantongi. Selain itu, pemerintah juga sudah mengantongi data warga yang melakukan kontak dengan WN Malaysia itu.
Dari semua yang ditelusuri, kata Yuri, tidak semua kontak yang terlacak mengalami sakit. Sehingga, hanya dilaporkan sebagai orang dalam pemantauan atau pasien dalam pengawasan.
"Tidak semua kontak tracing menjadi sakit. Oleh karena itu, kami laporkan hanya hanya sakit saja. Seperti di awal tadi yang saya laporkan tadi, kontak tracing kita ada perkiraan 80, ternyata dikecilkan terus seperti itu. Jadi tidak selalu semua kontak tracing adalah positif atau semuanya menjadi suspect," ujar Achmad Yurianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Ahad, 8 Maret 2020.
Anggota Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Hermawan Saputra, berpendapat, sejak awal kasus ini meluas, pemerintah memang belum optimal dalam menanggulangi corona. Hal ini bisa dilihat dari lolosnya sejumlah pengidap Covid-19 ke Indonesia. la mengimbuhkan, komunikasi publik Terawan juga sering tidak tepat. "Komunikasi yang parsial dan tidak pada tempatnya harus dihindari," kata dia kepada Tempo, Ahad lalu.
Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, berujar sejak 26 Januari lalu lembaganya telah menyampaikan pesan kepada pemerintah agar melakukan langkah awal antisipasi corona, seperti membentuk pusat informasi krisis corona. "Pengelolaan komunikasi
publiknya sangat buruk. Begitu pula dari aspek pelayanan kesehatan, pemerintah belum sigap," tutur dia kepada Tempo, Jumat lalu.
DEWI NURITA | MAJALAH TEMPO