TEMPO.CO, Jakarta - Italia sedang menghadapi keterpurukan setelah pemerintah memutuskan mengisolasi sebagian besar wilayah Utara Italia demi mencegah penyebaran virus Corona atau COVID-19.
Pemerintah kemudian memutuskan untuk memperluas status isolasi ini untuk berlaku di seluruh negeri sejak Senin malam. Ini dilakukan karena terjadi lonjakan jumlah infeksi virus Corona.
Baru sehari diisolasi, namun keadaan di jalanan kota utamanya di Milan, tampak "mati".
Ini ditandai dengan sepinya kendaraan umum yang berlalu lalang, toko-toko dan kafe yang tutup, bahkan adanya aturan untuk berjaga jarak satu meter antara penjual dan pelanggan.
Pemerintah Italia berupaya melakukan kontrol ketat setelah adanya lonjakan kasus akibat virus Corona hingga pagi ini. Total ada 9.172 kasus dikonfirmasi, jumlah ini naik 24 persen hanya dalam 24 jam. Sementara korban meninggal ada 463. Hal ini meningkatkan beban sistem layanan kesehatan Italia.
"Kami punya dua tugas di sini, pertama untuk menangkal penyebaran wabah dan meningkatkan sistem kesehatan. Kami (Italia) adalah negara yang kuat," kata Perdana Menteri Giuseppe Conte kepada La Repubblica yang dikutip Reuters pada Senin, 10 Maret 2020.
Tindakan ketat diberlakukan pemerintah Italia dengan mengisolir Kota Lombardi, yang menjadi pusat penyebaran wabah virus Corona pertama di Italia, hingga Kota Veneto, Piedmont, dan Emilia-Romagna.
Pemerintah bahkan melarang warganya untuk pergi ke luar rumah kecuali ada urusan pekerjaan yang mendesak atau terkait masalah kesehatan. Sedangkan masyarakat yang tak berkepentingan diharap untuk tetap tinggal di rumah masing-masing.
Tak hanya itu, seluruh tempat publik dan acara olahraga terpaksa ditutup dan dibatalkan. Sejumlah sekolah juga diliburkan demi menekan jumlah pandemi di Italia.
Wabah ini tidak hanya merepotkan Italia, pemerintah Jerman juga mendeteksi adanya lonjakan pasien terinfeksi virus Corona. Pada Ahad kemarin, ada 200 kasus infeksi baru virus Corona.
Institut Robert Koch menghitung ada 902 kasus infeksi virus Corona di sana.
Eropa telah menyatakan status kewaspadaan tinggi setelah melihat terjadinya infeksi massal di sejumlah negara anggota Uni Eropa.
Komisi Uni Eropa juga tleah membentuk Tim Response Corona pada awal Maret ini.
Tim ini terdiri dari 5 orang komisioner yang akan melakukan pendektan lintas sektor untuk mencegah penyebaran virus Corona ini.
Tim ini juga bertugas untuk menginformasikan dan membantu negara anggota untuk urusan medis dan mobilitas.
Tim juga membantu menghitung berapa besar dampak virus Corona ini terhadap perekonomian.
“Setiap negara harus bersiap untuk mengantisipasi kemungkinan situasi bertambah buruk,” kata Janez Lenarcic, Komisioner Manajemen Krisis Uni Eropa.
Kepala Keuangan UE, Paolo Gentiloni, mengatakan wabah ini berdampak negatif pada sektor pariwisata dan transportasi.
Sedangkan Komisaris Urusan Dalam Negeri UE, Ylva Johansson, mengatakan otoritas belum akan memberlakukan pemeriksaan internal perbatasan di Schengen saat ini.
Secara terpisah, pemerintah Jerman, yang merupakan negara terbesar di UE, telah mengalokasikan dana khusus untuk membantu perekonomian yang memburuk akibat anjloknya transaksi ekonomi. Ini terjadi karena masyarakat merasa khawatir untuk keluarr rumah.
Salah satu bentuk kompensasi finansial itu adalah pemberian insentif bagi pekerja yang terpaksa mengurangi waktu kerja akibat wabah ini. Pengurangan waktu kerja ini otomatis mengurangi pendapatan pekerja terdampak.
Pemerintah juga akan menyediakan likuiditas atau bantuan keuangan untuk perusahaan yang terkena dampak wabah virus Corona. Ini juga dilakukan dengan menambah dana investasi menjadi sebesar 3.1 miliar euro atau sekitar Rp50.5 triliun per tahun antara 2021 – 2024 seperti dilansir The Local.
SAFIRA ANDINI