Dari 80 orang menjadi 20 orang berdasarkan kedekatan kontak. Setelah ditelusuri, dari 20 orang ini setelah diperiksa menjadi 7 suspect. Dan 7 suspect ini diisolasi di RS Sulianti Saroso.
Dua pasien itu diduga tertular virus Corona dari kasus pertama. Kasus pertama adalah warga Depok yang tertular dari warga negara Jepang dari lantai dansa. "Mereka diduga melakukan kontak dekat."
Dengan adanya suspect, kata Yurianto, Kementerian Kesehatan membuka kemungkinan membuat sub cluster untuk menelusuri orang yang melakukan kontak empat orang positif COVID-19 ini. "Ada 10 orang yang sudah melapor dan membuat janji untuk ketemu walaupun mereka tidak ada keluhan," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan ini.
Pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia, Budi Haryanto, mengatakan pemerintah sudah berada di jalur yang benar memilih mengutamakan pelacakan jejak. Ia mengatakan tren habisnya produk masker dan cairan pencuci tangan di pusat perbelanjaan, sebagai hal yang positif.
Menurut dia, ini berarti masyarakat sudah mendapatkan pengetahuan mengenai langkah pencegahan. Hanya saja, ia menilai hal ini lebih banyak dipahami di tingkat masyarakat menengah ke atas. "Kemarin saya ke pasar, masih banyak yang terlihat tak peduli. Masih nampak belum tersosialisasikan soal mencuci tangan dan semacamnya," kata Budi saat dihubungi Tempo.
Anggota Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat, Bobby Rizaldi, juga mengatakan langkah pemerintah telah benar. Namun ia menilai tak hanya melihat virus Corona sebagai penyebab, tapi dampaknya yang multidimensi berpotensi untuk menganggu stabilitas nasional.
Bobby yang juga mengusulkan dibentuknya Panitia Kerja Corona, mengatakan seharusnya militer lebih banyak dilibatkan untuk menanggulangi. Ia mengatakan Komisi I ingin memastikan fungsi lembaga negara yang bersifat koersif siap untuk situasi terburuk. "Di Singapura, militer mulai ikut dari manning guarding (menjaga) di thermal scan bandara, menyiapkan fasilitas karantina, membagikan masker dan juga menelusuri jejak pasien untuk melokalisir penyebaran," kata Bobby saat dihubungi Tempo.
Sebagai langkah untuk menangkal virus ini masuk dari luar, otoritas bandara dan pelabuhan menempatkan alat pendeteksi suhu tubuh dan menerapkan prosedur kesehatan yang berlaku, seperti mengisi kartu kesehatan. Namun Tim Majalah Tempo menemui pemeriksaan di sejumlah bandara maupun pelabuhan tidak ketat.
Seperti ditulis Majalah Tempo edisi pekan ini, Tempo yang tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta pada 21 Februari lalu setelah terbang menggunakan Qatar Airways dari Belanda, melihat petugas bandara masih kebingungan membagikan kartu kewaspadaan kesehatan. Bahkan ada penumpang, yang duduk di samping Tempo saat di pesawat, tidak mengisi kartu kewaspadaan kesehatan dan langsung melenggang ke luar bandara. Hingga Sabtu, 7 Maret lalu, 128 orang di Belanda positif terkena corona dan satu orang meninggal.
Juga, saat wartawan Tempo Philipus Parera kembali dari Jepang pada 29 Februari lalu, tidak ada pemeriksaan lebih lanjut setelah kartu kewaspadaan diserahkan ke petugas. Selama dua pekan, Philipus berkunjung ke empat kota di Jepang, yaitu Tokyo, Kobe, Osaka, dan Kyoto. Di Jepang, sudah ada lebih dari 420 kasus corona dan 6 orang meninggal.
Di Bandara Internasional Lombok, beberapa kali Tempo menemukan tidak ada petugas yang berjaga di alat pemantau suhu tubuh. Kepala Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Barat Nurhadini Eka mengatakan pemantauan itu bisa dilakukan dari ruang kontrol. Adapun di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, meski penumpang dari luar negeri mengisi kartu kewaspadaan kesehatan, tak ada pengetatan pemeriksaan. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya mengatakan alat pengukur suhu tubuh sudah cukup untuk melakukan pemantauan. “Alat kami sudah standar Badan Kesehatan Dunia,” ujarnya.
Di sejumlah pelabuhan di Nusa Tenggara Barat, terjadi perbedaan pemeriksaan terhadap wisatawan yang datang dengan kapal cepat dan feri. Di Pelabuhan Penyeberangan Lembar, Lombok Barat, misalnya, wisatawan yang datang dengan feri tidak menjalani pemeriksaan suhu tubuh. Sedangkan di Pelabuhan Bangsal Pemenang, Lombok Utara, suhu tubuh turis asing dan domestik diukur dengan thermal gun.
Menanggapi perbedaan tersebut, Kepala Karantina Kesehatan Kelas II Mataram, I Wayan Diantika, mengatakan wisatawan asing di Pelabuhan Lembar tidak diperiksa karena mereka sudah diperiksa saat masuk Indonesia. “Kalau ada penumpang yang sakit, baru kami periksa,” ujarnya.
EGI ADYATAMA | MAJALAH TEMPO