Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berujar masih menjajaki sejumlah opsi untuk merumuskan kebijakan fiskal yang tepat terkait dengan relaksasi perpajakan dan kepabeanan. "Kami dalam posisi menginventarisasi berbagai instrumen kebijakan yang mungkin bisa dilakukan dalam menyikapi perubahan situasi terkait dengan Corona," kata dia.
Hingga saat ini, Sri Mulyani masih belum mau menyebut besaran nilai stimulus yang akan digelontorkan, serta waktu penerapannya. "Pokoknya kalau sudah selesai akan kami sampaikan," tuturnya. Ia memastikan pemerintah akan mengantisipasi adanya pelebaran defisit anggaran pada tahun ini dan akan terus diperbaharui informasinya setiap bulan.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berujar paket insentif ini sangat dibutuhkan industri untuk tetap mempertahankan kapasitas produksinya di tengah terkendalanya ekosistem perdagangan global akibat Corona. "Suka atau tidak suka harus diakui bahwa 30 persen impor bahan baku industri memang berasal dari Cina, maka itu sekarang industri harus melakukan corporate action untuk mencari negara-negara alternatif untuk mendapatkan bahan baku supaya proses produksi mereka tidak terganggu," ucap Agus.
Dia mengatakan upaya pencarian alternatif ini pun di satu sisi tak mudah. Pasalnya, Indonesia bukan satu-satunya negara yang banyak menggantungkan pemenuhan kebutuhan bahan baku industrinya dari Cina. "Negara lain juga demikian, Cina juga penting buat mereka, sehingga akan ada rebutan produk impor alternstif ini."
Hal ini kemudian dapat berujung pada peningkatan harga bahan baku tersebut, karena kenaikan permintaan di saat yang bersamaan. "Beban industri semakin bertambah, maka negara harus hadir," katanya. Menurut Agus, salah satu relaksasi yang dibutuhkan adalah terkait dengan keringanan tarif bea masuk bahan baku dan penolong industri.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta W. Kamdani menuturkan kehadiran paket kebijakan ini kian mendesak, sehingga paket insentif pemerintah diharapkan dapat diluncurkan sesegera mungkin. "Kalau mekanisme impor kita tidak di-bypass butuh waktu sampai berbulan-bulan tergantung Lar-Tas sampai akhirnya suplai bahan baku alternatif ini bisa dipakai produksi," ujarnya. "Kalau dibiarkan industri akan lebih dulu tutup sebelum bahan bakunya sampai."
Meski demikian, Shinta mengatakan relaksasi ini perlu tetap disertai dengan pengawasan yang memadai dari pemerintah. APINDO pun mengimbau kepada pelaku usaha agar bersikap fair dan melakukan impor secara bertanggung jawab. Pemerintah kata Shinta berhak untuk mengaudit dan melakukan pengecekan ke perusahaan apabila merasa ada anomali terhadap kegiatan impor perusahaan selama ini.
"Khususnya apabila anomali terjadi pada perubahan jenis impor, seperti mengimpor barang yang sebelumnya belum pernah diimpor. Karena ini bisa menjadi indikator terjadinya kebocoran atau penyalahgunaan impor," kata dia.
FRANSISCA CHRISTY ROSSANA | CAESAR AKBAR