TEMPO.CO, Beijing - Dominasi Cina dalam jalur suplai global lewat strategi harga kompetitif membuat negara itu sekarang kesulitan untuk mencari masker medis di tengah merebaknya wabah virus Corona di sana dan berbagai negara di dunia.
Permintaan akan masker medis melonjak beberapa pekan terakhir, yang membuat stok di Cina habis. Namun, kondisi ini juga terjadi di banyak negara dari Bangkok, Thailand, hingga Boston, Amerika Serikat.
Penyebaran virus Corona ini terjadi terutama lewat bersin dan batuk atau permukaan yang terinfeksi virus ini.
“Ini membuat masker medis sederhana menjadi barang yang paling dicari di Cina saat ini,” begitu dilansir South China Morning Post pada Ahad, 16 Februari 2020.
Pemerintah Cina telah mewajibkan warganya di sejumlah kota seperti Wuhan untuk mengenakan masker wajah saat beraktivitas di luar rumah.
Karena kekurangan stok di tengah menyebarnya virus Corona ini, pemerintah Cina bergegas memborong masker medis dari luar negeri. Ini dilakukan lewat jalur hubungan diplomatik hingga jalur swasta.
Namun, para dokter dan perawat yang bertugas di Kota Wuhan, yang menjadi pusat penyebaran virus Corona, masih mengalami kekurangan masker wajah. Terutama mereka membutuhkan masker wajah jenis N95, yang memberikan perlindungan lebih baik dibandingkan masker wajah biasa.
Saat ini, jumlah korban tewas akibat virus Corona ini, yang menyebabkan radang pernapasan, terus bertambah menjadi 1.868 orang dan 72.436 orang.
Mayoritas kasus infeksi virus Corona ini masih terjadi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina bagian tengah.
Seorang kepala otoritas kesehatan di Kota Dali di Provinsi Yunnan diberhentikan karena diduga menggelapkan masker wajah, yang sebenarnya diperuntukkan untuk Kota Chongqing dan Huanggang di Provinsi Hubei.
Pemerintah pusat juga mengambil alih kewenangan distribusi pembagian masker wajah ini ke Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional.
Ini merupakan lembaga perencanaan pembangunan yang berpengaruh di Cina. Sebelumnya, kewenangan itu ada di kementerian Industri dan Teknologi Informasi.
Saat ini, pemerintah Cina belum mengumumkan berapa kekurangan masker wajah. Namun, permintaan akan masker ini terus bertambah di berbagai daerah.
Sejumlah pejabat lokal telah meminta perusahaan untuk membuat sendiri masker wajah bagi karyawan mereka. Ini menjadi syarat sebelum mereka bisa mengoperasikan kembali perusahaannya.
Saat ini, perusahaan pembuat masker di Cina hanya beroperasi dengan kapasitas 76 persen. Ini artinya, produksi harian masker ini sebanyak 15.2 juta buah dari kapasitas 20 juta. Ini diungkap oleh pejabat Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional saat jumpa pers baru-baru ini.
Sedangkan estimasi permintaan harian untuk masker ini mencapai 50 – 60 juta unit saat ini. Angka ini dilansir media Cina mengutip sumber dari perusahaan manufaktur masker.
Cina juga hanya bisa memproduksi masker N95 sebanyak sekitar 200 ribu per hari. Ini karena produksi masker jenis ini membutuhkan teknologi dan material lebih kompleks.
Untuk memenuhi kekurangan ini, pemerintah Cina telah mengadopsi cara penjatahan untuk masker kepada staf medis seiring berkembangnya berita soal pencurian, pembuatan masker palsu dan atau masker buatan industri rumahan.
Menurut Mike Bowen, pendiri dan wakil Presiden dari perusahaan pembuat masker Prestige Ameritech, dia telah memprediksi soal kekurangan ini sejak lama.
“Karena mereka menjadi pembuat masker utama, ini justru juga menjadi masalah bagi negara lain,” kata dia.
Menurut Bowen, harga masker di Cina sangat murah sehingga semua negara membeli dari sana. “Tapi orang tidak berpikir jika suatu hari terjadi wabah di Cina dan apakah mereka masih bisa membeli masker,” kata Bowen, yang juga juru bicara Asosiasi Pasokan Masker.
Menurut Bowen, pasokan masker dari Cina mengisi sekitar 50 persen pangsa pasar di Amerika Serikat. Awalnya, pasar ini dikuasai hingga 87 persen oleh perusahaan lokal Prestige Ameritech.
Saat ini, Prestige justru mulai menyuplai pasokan masker wajah ke Cina sebanyak 1 juta unit dalam dua pekan terakhir. Dia mengatakan perusahaan juga menjajaki penjualan ke Hong Kong, yang juga dilanda kepanikan akibat wabah virus Corona dengan satu orang meninggal.