TEMPO.CO, Washington -- Menjelang sidang pemakzulan pertama, tim penasehat hukum Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, melakukan dua upaya pembelaan besar-besaran.
Pertama membuat bantahan tertulis sepanjang 171 halaman membantah Trump telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan upaya menghalangi Kongres untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran itu.
Ini terkait telepon Trump kepada Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, pada Juni 2019 untuk menginvestigasi rival politiknya, bekas Wakil Presiden Joe Biden dan putranya Hunter Biden terkait bisnis gas di negara itu.
Dakwaan kedua, seperti dilansir Reuters, soal upaya menghalangi investigasi Kongres adalah tindakan Trump yang melarang pemberian dokumen negara dan testimoni para pejabat saat dipanggil panel investigasi pemakzulan DPR AS.
Dalam penjelasan kepada Senat lewat dokumen yang diserahkan pada Senin pekan ini, CNN melansir, tim pengacara Trump mengatakan,”Dakwaan pemakzulan yang disampaikan ke Senat merupakan serangan terhadap Konstitusi dan institusi demokrasi kita.”
Tim pengacara mencoba membantah bahwa Trump melakukan penyalahgunaan kekuasaan dengan menahan penyaluran dana bantuan kepada Ukraian sebesar sekitar US$391 juta atau sekitar Rp5.4 triliun terkait permintaan agar negara itu menginvetigasi Joe Biden terkait bisnis gas putranya.
“Tuduhan Demokrat di DPR menggunakan argumentasi keliru dan berbahaya bahwa bekas Wapres Joe Biden terkesan imun atas tindakannya dan anaknya dari setiap pemeriksaan dengan alasan dia maju sebagai kandidat Presiden,” begitu argumentasi tertulis tim penasehat hukum.
Tim penasehat hukum ini dipimpin oleh penasehat hukum Gedung Putih, Pat Cipollone, dan pengacara dari luar Jay Sekulow.
Saat ditanya apakah mereka akan mencoba mengajukan penolakan atas dua dakwaan pemakzulan itu agar proses sidang berlangsung cepat, CNN melansir, salah satunya enggan menjawab.
“Saya tidak akan menceritakan detail strategi kami saat persidangan dimulai,” kata salah satu pengacara.
Selain menyampaikan bantahan tertulis, tim penasehat hukum Trump juga menjelaskan argumentasi pembelaannya ke sejumlah media massa.
Salah satu pengacara Trump juga muncul di layar televisi membela kliennya. Alan Dershowitz, yang merupakan profesor hukum dari Harvard University, berargumentasi bahwa Trump tidak bisa dimakzulkan karena tidak melakukan tindak kejahatan apapun.
Dia mengaku bakal mengutip argumentasi Hakim Mahkamah Agung Benjamin Curtis pada masa persidangan pemakzulan Presiden Andrew Johnson pada 1860.
“Tindakan yang bisa terkena pemakzulan adalah tindakan yang memiliki unsur kriminal atau tindakan yang dilarang oleh hukum pidana,” kata Dershowitzh pada acara CNN “State of the Union", yang merupakan acara populer. Penasehat hukum lain muncul di jaringan televisi berbeda menyampaikan argumentasi pembelaan serupa.
Dershowitz menambahkan,”Tanpa ada tindak kejahatan, maka tidak ada pemakzulan.”
Pendapat ini dinilai kontroversial. Kepala analis hukum CNN, Jeffrey Toobin, yang merupakan salah satu murid Dershowitz, membantah pernyataan gurunya itu.
“Setiap ahli hukum kecuali Anda yang melihat isu mengenai apakah harus tindak kejahatan kriminal yang bisa terkena pemakzulan mengatakan tidak,” kata Toobin. Argumentasi ini, kata Toobin, telah disampaikan sejumlah ahli hukum lain seperti Alexander Hamilton dalam dokumen Federalist Papers pada 1780.