Selain itu, menurut Charles, di tingkat regional Indonesia juga bisa menggalang negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang wilayah kedaulatannya kerap dilanggar oleh Cina untuk mengkaji ulang hubungan kawasan dengan negara tersebut.
Upaya lainnya, pemerintah bisa menggugat Cina di Forum peradilan Internasional seperti International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) dan International Court of Justice ICJ. Hal ini bisa berdasarkan putusan arbitrase internasional yang lalu dan hukum kebiasaan internasional.
Charles yakin Indonesia pasti memenangkan gugatan tersebut. "Putusan peradilan internasional dapat menguatkan legal standing dalam klaim teritorial RI," kata Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen DPR-RI itu.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR lainnya, Sukamta. Ia menilai masuknya kapal asing ke wilayah perairan Indonesia tidak bisa dibiarkan. Indonesia dinilai harus lebih memikirkan keamanan di daerah perbatasan seperti Natuna.
"Ini menunjukkan kita masih perlu meningkatkan sistem keamanan laut kita. Badan Keamanan Laut (Bakamla) selama ini melaksanakan fungsinya berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan," kata Sukamta.
Oleh karena itu, Sukamta mendorong dibahas RUU Keamanan Laut yang sudah masuk Prolegnas 2019-2024 dan diharapkan sistem keamanan laut serta fungsi Bakamla menjadi jelas dan lebih kuat. Pemerintah juga harus memaksimalkan pemenuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) keamanan laut, sehingga dapat memberi efek gentar kepada kapal-kapal asing agar tidak berani melanggar wilayah laut Indonesia.
Soal ini, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana angkat bicara. Menurut dia, otoritas Indonesia harus memperlihatkan kehadirannya secara fisik di zona itu.
"Kehadiran secara fisik wajib dilakukan oleh pemerintah karena dalam konsep hukum internasional klaim atas suatu wilayah," ucap Hikmahanto seperti dikutip dari siaran pers, Selasa, 31 Desember 2019. "Tidak cukup sebatas klaim di atas peta atau melakukan protes diplomatik tetapi harus ada penguasaan secara efektif."
Hikmahanto menjelaskan, penguasaan efektif dalam bentuk kehadiran secara fisik penting diupayakan. Hal ini juga memperhatikan kasus Pulau Sipadan dan Ligitan di masa lampau antara Indonesia melawan Malaysia, Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia atas dasar tersebut.
Menurut Hikmahanto, yang dibutuhkan tidak sekedar protes diplomatik oleh pemerintah Indonesia, tetapi kehadiran secara fisik otoritas perikanan Indonesia di ZEE Indonesia, mulai dari KKP, TNI AL dan Bakamla. Para nelayan Indonesia pun harus didorong oleh pemerintah untuk mengeksploitasi ZEE Natuna.
Nelayan nusantara dalam menjalankan aktivitas, kata Hikmahanto, harus diberi pengawalan oleh otoritas Indonesia. Pengawalan ini sangat krusial karena para nelayan kerap dihalau atau diusir dari Penjaga Pantai Cina.
ANTARA | BISNIS | EGI ADYATAMA | AHMAD FAIZ | FRANCISCA CHRISTY | EKO WAHYUDI